Jumat, 05 Oktober 2012

10 LANGKAH MENJADI PENGUSAHA


Abd. Rozaq 2ka43

10 LANGKAH MENJADI PENGUSAHA

Banyak orang berniat dan berminat menjadi pengusaha namun hanya sedikit yang sukses mewujudkannya. Dalam hal ini, modal utama yang harus dimiliki adalah kemauan. Pepatah yang mengatakan ‘Dimana ada kemauan disitu ada jalan’ memang selalu benar adanya. Namun kemauan itu perlu didukung faktor lain yang akan menunjang sebuah kesuksesan.
Maka, jika Anda ingin menjadi pengusaha, telusurilah jalan untuk menjadi pengusaha yang terbaik. Berikut sepuluh langkah menjadi sosok entrepreneur yang berhasil:

1.Mulailah dari mimpi dan imajinasi
Sebelum manusia bisa sampai di bulan, tak pernah ada yang berpikir bahwa itu adalah sebuah kenyataan. Ide mendarat di bulan pada awalnya adalah sebuah mimpi indah yang tak akan pernah terwujud. Namun seseorang telah membuktikannya bahwa mimpi itu bisa diwujudkan. Ingat, semua bermula dari sebuah mimpi plus keyakinan. Jika Anda berniat memasarkan sebuah produk, jangan cuma niat terus, yakinlah akan produk yang akan Anda tawarkan. Hanya seorang pemimpi yang mampu menciptakan dan membuat sebuah terobosan dalam produk, cara pelayanan, jasa, ataupun ide lah yang bisa sukses. Mereka tidak mengenal batas dan kerterikatan, tak mengenal kata ‘tidak bisa’ ataupun ‘tidak mungkin’.
2.Mencintai produk atau servis yang ditawarkan
Kecintaan akan produk akan memberikan sebuah keyakinan kepada pelanggan Anda dan membuat kerja keras terasa ringan. Ini membuat Anda mampu melewati masa-masa sulit. Setiap awal usaha selalu banyak halangan ataupun kesulitan yang bertubi tubi, kecintaan akan produk Anda akan membuat Anda bekerja keras dengan senang hati.
3.Antusiasme dan keuletan
Antusiasme dan keuletan sebagai pertanda cinta dan keyakinan Anda akan menjadi tulang punggung keberhasilan sebuah usaha yang baru. Sikap malas dan ogah-ogahan hanya akan membuat Anda tertinggal.
4.Pelajari dasar-dasar bisnis
Pengetahuan adalah kunci keberhasilan. Tidak akan ada sukses tanpa sebuah pengetahuan. Dasar bisnis yang baik adalah belajar sambil bekerja. Bekerja dengan orang lain dulu sebelum Anda menjadi pebisnis akan membantu Anda menyerap pengalaman dan siap untuk sukses. Anda juga bisa mencari guru yang baik untuk perkembangan Anda.
5.Berani mengambil resiko
Ini adalah kunci awal dalam dunia wirausaha, karena hasil yang mungkin dicapai akan proporsional terhadap resiko yang diambil. Sebuah resiko yang diperhitungkan dengan baik akan lebih banyak memberikan kemungkinan berhasil.
6.Mencari masukan dan nasehat tanpa mengabaikan kata hati
Entrepreneur selalu mencari nasehat, saran dan kritik dari berbagai pihak tapi keputusan akhir selalu ada ditangannya dan dapat diputuskan dengan ‘indera ke enamnya’.
7.Lakukan komunikasi dengan baik
Pada fase awal sebuah usaha, kepiawaian menjual merupakan kunci sukses. Dan kemampuan untuk memahami dan menguasai hubungan dengan pelanggan akan membantu mengembangkan usaha pada fase itu.
8.Kerja keras
Entrepreneur sejati tidak pernah lepas dari kerja keras. Pada saat tidurpun otaknya bekerja dan berpikir akan peluang bisnis yang baik. Dalam keseharian, mereka tak kenal lelah dan putus asa.
9.Menjalin relasi
Tak ada seorang pebisnis pun yang mampu berjalan sendiri. Peran teman, rekan, mitra, dan klien sangat mempengaruhi perkembangan suatu bisnis. Merekalah yang akan memberi masukan, kritik, dan membantu di masa-masa sulit. Maka seorang pebisnis dituntut pandai bergaul untuk menjalin relasi bisnis seluas-luasnya.
10.Berani menghadapi kegagalan
Kegagalan merupakan awal dari keberhasilan dan menguatkan intuisi serta kemampuan Anda dalam berwirausaha, selama kegagalan itu tidaklah ‘mematikan’. Setiap usaha selalu mempunyai resiko kegagalan dan bilamana sampai itu terjadi, bersiaplah dan kuatkan diri untuk bangkit lagi!
Satu hal lagi yang tak boleh Anda lupakan yaitu, jangan mengulur-ulur waktu. Jika Anda telah siap, lakukanlah sekarang juga! Semakin lama Anda menunda maka Anda akan semakin banyak kehilangan peluang dan kesempatan untuk sukses.
Sumber: Majalah BERwirausaha

11 TIPS MEMULAI WIRAUSAHA


ABD. ROZAQ 2KA43
11 TIPS MEMULAI USAHA SENDIRI
Konon 70 persen bisnis skala kecil (bisnis rumahan, bisnis perorangan, industri rumah tangga) gagal di tahun pertama operasinya. Sisanya yang 30 persen, terseok-seok di tahun kedua. Dari 30 persen tadi, hanya 10 persennya saja yang selamat memasuki tahun ketiga. Berikutnya hanya 5 persen yang beruntung bertahan hidup sampai tahun kelima. Nah, yang benar-benar berumur panjang dan sukses, konon tak sampai satu persen dari sisanya.
Mengapa? Banyak sebab! Modal minim, kurang pengalaman, keuangan yang payah, kesalahan manajemen, sedikit relasi, sampai terimbas resesi. Pendek kata, bisnis "balita" (usia di bawah lima tahun) memang rawan. Perlu pengelolaan ekstra ketat tapi dinamis, cerdas, plus kreatif. Jika Anda sedang merintis bisnis skala kecil, barangkali 14 strategi berikut ini bisa memberi inspirasi.
1. Rencana Bisnis
Ada guyonan, jika mau berwiraswasta jangan terlalu banyak membuat rencana. Bisa-bisa Anda hanya berhasil membuat rencana, tapi tak pernah berani menjalankannya. Ada benarnya juga. Tapi bisnis sekecil apapun perlu rencana. Jalankan saja sebuah bisnis, lalu sambil berjalan lakukan perencanaan-perencanaan matang. Jadikan rencana bisnis sebagai arahan, bukan sebagai penghalang.
2. Amankan Modal
Bisnis skala kecil biasanya modal sendiri dan itu pun terbatas jumlahnya.Bisa juga Anda didukung investor atau modal pinjaman. Jika demikian, hati-hatilah mengelolanya. Hindari perluasan biaya operasional di luar rencana bisnis semula. Cara terbaik mengamankan modal adalah dengan melakukan pengecekan posisi keuangan setiap hari. Amankan setiap pengeluaran, seolah-olah hidup Anda benar-benar tergantung dari cadangan modal tadi.
3. Potong Biaya
Penghematan adalah kata kunci pengamanan modal. Hindari semua biaya-biaya yang tidak perlu. Hindari tambahan biaya operasional. Upayakan selalu dapat harga diskon dari supplier. Jika beli tunai mahal, beli secara kredit atau menyewa bisa jadi pilihan. Sesuaikan pilihan teknologi dengan kebutuhan. Jika hanya butuh komputer untuk mengetik dan software program keuangan sederhana, jangan terobsesi pada komputer super canggih yang mahal harganya.
4. Laba Tunai
Direkomendasikan supaya Anda benar-benar punya laba tunai, bukan sekedar laba dalam pembukuan. Banyaknya piutang tidak mengindikasikan usaha Anda menguntungkan. Jadi jangan terjebak pada laba di atas kertas. Artinya, makin banyak transaksi tunai (cash and carry) makin bagus pula cashflow Anda. Salah satu sumber kebangkrutan bisnis balita adalah kegagalan mereka mencairkan laba di atas kertas menjadi laba tunai.
5. Kepuasan Pelanggan
Kelangsungan bisnis Anda ditentukan oleh kepuasan pelanggan. Maka jangan beri konsumen produk dan pelayanan bermutu rendah. Beri jaminan kepuasan pelanggan! Bila memungkinkan, galakkan after sales service (layanan purna jual). Jadikan hal ini sebagai kredo bisnis Anda. Setelah itu, konsistenlah memenuhi janji Anda. Jika produk cacat, gantilah! Jika ada komplain, tampunglah dan adakan perbaikan.
6. Pelanggan Produktif
Meskipun kepuasan pelanggan jadi komitmen utama, fokuslah pada pelanggan yang paling banyak memberikan laba. Kepada merekalah kredo kepuasan pelanggan diberlakukan secara ketat. Ini demi efisiensi biaya pelayanan.Dari 100 pelanggan, mungkin hanya 20 persen yang memberikan laba terbanyak.Walau begitu perlakukan 80 persen sisanya dengan sangat bijaksana. Di antara mereka selalu terbuka kemungkinan bisa memberi lebih banyak laba.
7. Tuailah Referal
Dampak nyata kepuasan pelanggan adalah rekomendasi pada bisnis Anda. Setiap orang paling apes punya 50 teman dekat, relasi, atau, koneksi. Jika punya 10 pelanggan saja yang puas, maka asal hitung saja Anda punya 500 prospek baru.Kalau pelanggan puas, tak perlu ragu meminta rekomendasi mereka. Banyak referal (rujukan) bisa Anda dapat. Untuk bisnis tertentu (misalnya jasa konsultasi), surat-surat kepuasan pelanggan bisa jadi magnet bisnis yang efektif.
8. Iklan dan Promosi
Supaya publik tahu jasa dan produk Anda, beriklanlah. Untuk menekan anggaran, gunakan iklan baris atau iklan kolom yang murah. Pasang iklan dalam waktu yang cukup, dan anggap ini sebagai investasi. Tidak selamanya iklan dan promosi mahal. Brosur, katalog, kartu nama, stiker, adalah instrumen baku. Anda pun bisa ambil bagian dalam sponsorisasi aneka kegiatan olah raga atau amal untuk meningkatkan brand awareness.
9. Manfaatkan Koneksi
Koneksi dan relasi bisnis adalah mutlak. Kenalilah orang-orang di posisi kunci seperti bagian pembelian atau marketing. Manfaatkan semua lini di mana Anda terlibat, seperti lingkungan sekolah, kampus, sekitar rumah, lingkungan kerja, organisasi sosial-politik, klub-klub hobi, dll. Bukan saja berpotensi jadi customer, koneksi dan relasi bisa memberi Anda tambahan modal, proyek, referensi, koneksi baru, dsb.
10. Ikutlah Ekspo Bisnis
Ikutlah berbagai pameran untuk berpromosi. Di sini segala keunggulan dan keunikan produk bisa dilihat banyak orang. Inilah kesempatan untuk memperluas networking bisnis, bertemu pelanggan potensial, dan memperoleh
feedback langsung dari konsumen. Jika beruntung, Anda bisa menarik minat investor besar. Dengan penataan stan yang menawan, serta keramahan, Anda bakal menarik minat banyak pengunjung.
11. Jadilah PR
Yang paling diabaikan oleh usaha rumahan adalah soal public relations.Sekecil apapun bisnis Anda, jangan abaikan hal ini. Kerpibadian yang hangat dan menawan bisa jadi humas yang baik. Itu pun bisa mendongkrak citra produk (bisnis) Anda. Bila ada kesempatan, jalin hubungan sedekat-dekatnya dengan para jurnalis media cetak, televisi, maupun radio. Dari merekalah Anda dapat publikasi rendah biaya.
Sumber: Majalah BERwirausaha.

Rabu, 20 Juni 2012

Ketika Budaya Baca Terlindas Internet


Ketika Budaya Baca Terlindas Internet

Sejak pertama kali ditemukan pada tahun 101 Masehi oleh Tsai Lun seorang warga berkebangsaan Cina, peran kertas terus mengalami perkembangan. Sebagai sebuah media ringan dan mudah dipindah serta didistribusikan, kertas telah banyak dipakai terutama dalam dunia percetakan, pendidikan dan perkantoran. Dalam dunia percetakan, kertas dapat diubah menjadi sebuah buku, surat kabar, majalah, brosur serta kedalam berbagai bentuk lain yang mengandung sebuah nilai informasi. Jadi, kalau kita berbicara tentang kertas, maka sudah pasti tidak akan jauh dari kegiatan membaca dan menulis.

Membaca merupakan sebuah sikap positif yang bisa dilakukan oleh siapa saja, dimanapun dan kapanpun. Secara tidak langsung, membaca dapat mengajarkan kita bagaimana berkomunikasi dengan sang penulis, walaupun dengan konsep dan tempat yang berbeda. Membaca juga dapat memberikan rasa tenang dan mampu menciptakan fikiran yang positif pada diri orang yang suka membaca.
Membaca sendiri merupakan kegiatan yang bisa dibina dan dikembangkan, hingga seseorang akan merasa terikat dan termotivasi untuk membaca, serta membuat orang yang rajin membaca menjadi kecanduan dan akan sulit sekali untuk melepaskan diri dari kegiatan membaca.

Dunia Online
Internet merupakan salah satu media yang begitu akrab dikalangan masyarakat perkotaan, tetapi masyarakat yang bertempat tinggal di daerah pedesaan juga tak ingin ketinggalan, mereka mulai aktif belajar bagaimana menguasai teknologi informasi (dunia online) yang dapat memberikan mereka jutaan informasi yang dikemas ke dalam sebuah perangkat teknologi. Teknologi digital merupakan salah satu bagian dari kemajuan dunia internet. Teknologi ini sendiri sudah dipakai hampir semua kalangan individu dan lembaga baik swasta dan pemerintah. Kemajuan teknologi digital ibarat arus sungai yang mengalir deras, dan sulit sekali untuk dibendung.

Dalam beberapa tahun terakhir, banyak sekali bermunculan bahan bacaan seperti halnya surat kabar, majalah dan tabloid yang disajikan dalam bentuk digital (e-paper). Konsep yang ditawarkan sama seperti kita membaca surat kabar atau majalah biasa, baik dari cara membaca berita dan bentuk surat kabar yang sudah diperkecil dari ukuran versi cetaknya, yang menarik adalah kita dapat membolak balik halaman sama seperti kalau membaca surat kabar seutuhnya, tinggal klik saja dengan satu setuhan ujung jari, maka berita halaman berikutnya sudah bisa kita baca.

Mungkin tidak semua orang bisa memanfaatkan fasilitas ini, karena membaca sebuah surat kabar dalam bentuk e-paper membutuhkan perangkat pendukung seperti komputer, laptop, gadget dan bisa juga menggunakan ponsel (hp) yang dilengkapi dengan akses internet.

Demikian juga dengan beberapa penerbit dan percetakan, yang mulai mempublikasikan hasil terbitannya melalui media internet dalam bentuk digital. Isi dan tampilan juga sama seperti buku yang dibuat dalam bentuk cetakan. Dan untuk membaca buku versi digital juga dibutuhkan perangkat pembantu seperti halnya komputer.

Kemudahan yang diberikan dalam bentuk digital telah banyak memberikan pengaruh dalam perkembangan dunia cetak dewasa ini. Bentuk digital dirasa lebih mudah dan fleksibel untuk dibawa kemana-mana seperti buku yang telah di input kedalam versi digital. Kalau dalam bentuk cetakan (hard cover) jumlah buku yang sanggup untuk dibawa kedalam tas paling banyak lima judul, itu juga tergantung tingkat ketebalannya. Tetapi kalau dalam bentuk digital, kita bisa membawa lebih banyak lagi tergantung dari kesanggupan memori yang dipakai untuk menyimpan koleksi digital dalam perangkat pendukung.

Tingkat penggunaan media internet di dunia pada tahun 2011 telah mencapai dua miliar pengguna. Hal itu diungkap badan telekomunikasi PBB, Hamadoun Toure. Pertumbuhan online tercepat beberapa tahun terakhir terjadi di dua negara. Di Arab, perkiraan jumlah pengguna internet mencapai 88 juta, dua kali lipat dibandingkan lima tahun lalu. Pertumbuhan di bekas Uni Soviet Commonwealth of Independent States bahkan lebih cepat, 127 juta orang menggunakan internet disana tahun lalu, yang pada 2007 hanya 51 juta.

Sungguh angka yang sangat besar. Tingkat membaca surat kabar dalam bentuk digital juga meningkat tajam. Ini semua terjadi karena berita yang disajikan cenderung baru dan lebih menarik karena ditambah dengan gambar bergerak, mudah didapat, praktis dan dapat disimpan.

Perkembangan teknologi informasi akan terus terjadi, kita tidak akan pernah tahu besok atau lusa penemuan apalagi yang akan mengguncang dunia, terutama dalam bidang pemanfaatan teknologi informasi. Kehadiran berbagai bahan informasi dalam bentuk digital (online) tentu harus berjalan searah dengan kemajuan industri percetakan dalam bentuk tercetak.

Kesimpulan.
Bagaimanapun, bahan bacaan dalam bentuk cetakan (kertas) mampu memberikan warna tersendiri terhadap tingkat membaca masyarakat seperti halnya buku dan surat kabar. Orang yang sudah terbiasa membaca buku dalam bentuk cetakan akan sulit beralih ke versi digital. Kenyamanan merupakan faktor utama yang diprioritaskan oleh semua individu ketika mulai membaca, tidak semua individu sanggup berlama-lama membaca buku dalam versi digital.

Semoga saja, kehadiran beragam bahan bacaan dalam bentuk digital, tidak menggilas kebiasaan membaca dalam bentuk tercetak (kertas) yang sudah lama hadir dan menyatu dengan hati masyarakat kita.

Budaya Menulis di Indonesia


Budaya Menulis di Indonesia
Orang-orang Indonesia saat ini kurang atau minim budaya tulis-menulis. Baik itu orang kota maupun orang desa, khususnya bagi orang dewasa. Budaya menulis seakan budaya yang cukup langka di negara ini. Jarang sekali kita jumpai orang di sekitar kita yang mempunyai budaya menulis. Kita lihat saja teman-teman kita, tetangga kita kebanyakan mereka jarang menulis. Tetapi apabila ada yang rajin menulis itu merupakan suatu kebanggaan bagi dirinya sendiri.
Menulis yang dimaksud di sini adalah menulis sesuatu yang bermutu, positif, bermanfaat dan bisa menginspirasi orang-orang dalam hal ini para pembaca untuk melakukan sesuatu yang positif. Sehingga dari hal itu bisa menjadikan masyarakat sejahtera yang diperoleh dari kegiatan membaca dan menulis tersebut.
Ada orang yang berpendapat, bahwa orang yang suka menulis itu juga orang yang suka dengan budaya membaca. Sebaliknya orang yang suka membaca itu belum tentu orang itu suka dengan budaya menulis. Menurut saya ada benarnya juga dengan pendapat tersebut. Kerena menulis itu dibutuhkan suatu ilmu atau pengetahuan dari seseorang.
Menulis tidak hanya bisa dilakukan dengan media kertas saja. Menulis bisa saja menggunakan media internet yang merupakan media yang modern saat ini. Di internet bisa kita jumpai penyedia layanan untuk menyimpan dan juga mempublikasikan tulisan kita kepada orang lain. Ada Blog untuk menyediakan kita wadah untuk menulis di internet. Ada juga layanan media jejaring sosial untuk menyalurkan budaya menulis kita. Dengan media internet kita bisa berbagi ilmu kepada orang lain.
Saat ini banyak penyedia layanan Blog, baik gratis maupun berbayar. Hal itu membuat kita para pengguna internet seakan dimanjakan oleh penyedia layanan Blog tersebut untuk mengekspresikan diri. Kita bisa membagikan cerita, pengalaman, ide kita kepada orang lain. Bukan hanya tulisan saja yang dapat kita publikasikan kepada khalayak, tetapi juga foto-foto kita, gambar-gambar kita pun bisa juga kita publikasikan.
Memang saat ini sedang tren budaya menulis di internet. Saat ini masyarakat Indonesia sedang menunjukkan perkembangan budaya menulis khususnya menulis dengan Blog. Hal itu merupakan sesuatu yang positif karena bisa meningkatkan kesadaran akan manfaat teknologi dalam hal ini sebagai media untuk menulis.
Dengan adanya budaya menulis itu dapat memberikan banyak manfaat kepada kita. Bukan hanya bagi diri sendiri tetapi juga orang lain pun dapat memetik manfaatnya juga. Bagi penulis sendiri, penulis menjadi semakin peka terhadap perkembangan jaman. Dengan adanya perkembangan budaya menulis dapat menambah kekayaan ilmu pengetahuan bagi orang lain apabila ilmu itu disebarkan kepada orang lain.
Menulis adalah sebuah aktivitas positif. Dengan menulis, kemampuan berpikir seseorang akan diasah secara sistematis dan solutif. Mengapa demikian? Karena, berawal dari menulis seseorang akan mampu menciptakan permasalahan-permasalahan dalam tulisannya dan menyelesaikan persoalan yang ditulisnya tersebut secara kreatif. Sehingga, bisa dikatakan bahwa proses menulis adalah proses berpikir dewasa seseorang secara dignosa realistik sistemik.
Namun, sayangnya tak banyak orang Indonesia yang mengetahui manfaat menulis. Bahkan, mirisnya tak sedikit yang tidak mampu menulis juga. Merekapun tak mampu membaca dan mengenyam pendidikan. Sebuah kondisi yang sungguh memprihatinkan.
Kebudayaan Indonesia yang indah dan beragam tentu memberikan dampak menyenangkan bagi otak untuk menangkap ide dan menuliskannya dalam bentuk tulisan. Selain itu, dengan rutin menulis seseorang akan rutin pula membaca. Karena menulis dan membaca memiliki korelasi yang tidak akan pernah bisa dipisahkan.
Menulis merupakan proses kreatif yang mampu menambah kecerdasan seseorang. Impuls-impuls syaraf dalam otak akan teraktivasi sehingga bisa membantu mengurangi penyakit lupa atau kepikunan. Oleh karena itu, begitu hebatnya budaya menulis jika dibangun dalam kebudayaan Indonesia.
Dan ternyata, menulispun memiliki tingkat kesulitan yang lebih jika dibandingkan dengan berbicara. Melalui menulis, seseorang akan berusaha berpikir kritis untuk menuliskan sesuatu yang terucap dalam bentuk tulisan. Maka, menulis bisa dikategorikan sebagai senam otak yang mampu menyehatkan pikiran dan menumbuhkan kreativitas bangsa.
Kesimpulan.
Sebagai masyarakat yang berbudaya, haruslah disadari bahwa menulis merupakan langkah strategis dalam mengokohkan kepribadian budaya bangsa Indonesia.
Tentunya, sangat disayangkan sekali jika budaya menulis dengan segala manfaatnya itu tidak dibangun di Indonesia. Budaya menulis yang baik pasti akan menciptakan insan-insan Indonesia yang gemar pula membaca. Jika gemar membaca, maka pengetahuanpun akan meningkat. Dan, jika pengetahuan meningkat, maka tingkat kecerdasan dan moral bangsa akan bernilai luhur.  Hal tersebut dapat memberikan dampak positif bagi perilaku masyarakat Indonesia secara luas kedepannya.
Semoga dengan semakin maju dan berkembangnya budaya menulis di kalangan masyarakat pada khususnya, dan warga Indonesia pada umumnya dapat menjadikan masyarakat kita sadar ilmu pengetahuan. Terlebih lagi menjadikan negara Indonesia tercinta semakin maju, dapat bersaing dengan negara-negara lain, khususnya negara tetangga kita.
Sumber: /tetsukoeika.wordpress.com, udinwidarso.wordpress.com/2012/02/01/budaya-menulis-di-indonesia

Budaya Konsumerisme


Budaya Konsumerisme
Akhir tahun merupakan salah satu yang menarik terutama dalam melihat fenomena belanja yang begitu tinggi. media eletronik maupun media cetak pastinya tidak mau melewatkan kesempatan untuk memasang iklan agar konsumen tertarik untuk membeli barang yang diiklankan apalagi disertakan dengan diskon besar-besaran di toko-toko dan mall-mall. Peran media yang begitu tinggi dengan iklan yang dipoles sedemikian rupa hingga menarik mampu memudahkan memudahkan informasi mampu membuat para konsumen tergilagila untuk belanja, mengikuti kemauan pasar. Tak hanya sampai di belanja masyarakat umum pun berlombalomba membentuk dirinya sesuai dengan apa yang telah dipertontonkan oleh media massa, seperti gaya pakaian ala artis di TV.
Di sisi lain iklan seolah-olah juga mampu menawarkan berbagai solusi disetiap masalah yang dirasakan oleh masyarakat, mulai dari obat-obatan, pakaian, dan banyak lainnya padahal semua itu hanyalah Solusi-solusi yang benar tidaknya, hanyalah untuk menggapai keuntungan bagi diri pengiklan itu dengan meraup keuntungan sebesar-besarnya. Propaganda iklan melalui TV membuat masyarakat hilang kesadaran fungsi dari barang yang mereka gunakan seperti pakaian, makan, dan tempat rumah. Hari minggu, iklan anak-anak mulai dari pagi, semua diwarna oleh makanan dan minuman. Anak-anak yang kurang mampu tidak terlalu jadi soal karena hasrat yang terbangun itu hanyalah sebatas angan-angan tapi bagi yang punya atau mampu anak-anak otomatis akan jadi konsumtif betulan. Berbagai cara dan acara TV menyajikan iklan meskipun sebenarnya bukan jeda iklan, seperti Komedi, Kuis dan Reality Show, sehingga yang lebih banyak disajikan bukan acaranya tapi iklan yang menjadi intinya. TV bukan saja mampu menyajikan pakaian, makan dan tempat tinggal tetapi negara juga mampu mengiklankan diri mereka sebagai negara yang begitu besar dan kuat dengan teknologi dan para superhero mulai dari Supermen, Spiderman, Rambo dan teknologi yang mampu mengalahkan kehendak tuhan.
Kita sebut saja Amerika Serikat bagaimana tertanam dalam pikiran kita bahwa amerika adalah negara yang maju dan tak terkalahkan. Iklan yang tersebar dalam media eletronik dan cetak sering mampu memberikan solusi disetiap masalah salah satunya ketika percayaan diri berlebihan anak muda melihat kondisi tubuh mereka yang tidak sempurna selalu ada solusi yang ditawarkan seperti 'kalau kurus tidak keren iklan' ini langsuk menyentuh fisik para konsumen iklan yang diputar berkali-kali itu membawa para remaja yang merasa tubuhnya kurang bagus akan berlombalomba membeli barang tersebut agar masalah yang dialalmi konsumen bisa diselesaikan. Iklan sampo dan sabun yang diperankan oleh artis-artis cantik mencoba menawarkan kepada para kaum hawa untuk menyempurnakan penampilan mereka di depan kaum adam, bagi mereka yang tidak percaya diri mulai berlomba-lomba membeli perlengkapan mempercantik diri berharap akan mendapatkan hasil yang sangat memuaskan. Kondisi belanja seperti itu membuat para kosumen menghabiskan anggaran hidup mereka hanya untuk melengkapi kekurangan.
kondisi masyarakat yang makin hari makin dewasa ini makin tidak bisa menahan hasrat belanja yang begitu besar, propaganda iklan sudah mulai masuk dalam alam bawah sadar manusia, ini menjadi ancaman yang serius bagi masyarakat tersebut. Konsumerisme sebetulnya adalah masalah yang terletak pada hubungan sosial atau dalam logika sosial. Kita mungkin tidak sadar bahwa kita tidak hanya mengonsumsi barang, namun juga berada dalam lingkungan sosial dimana manusia saling berhubungan atau berinteraksi. Semestinya kepekaan sosial kita yang harus dikedepankan. yang makin hari makin dewasa ini makin tidak bisa menahan hasrat belanja yang begitu besar, propaganda iklan sudah mulai masuk dalam alam bawah sadar manusia, ini menjadi ancaman yang serius bagi masyarakat tersebut. Konsumerisme sebetulnya masalah yang terletak pada hubungan sosial atau dalam logika sosial. Kita mungkin tidak sadar bahwa kita tidak hanya mengonsumsi barang, namun juga berada dalam lingkungan sosial dimana manusia saling berhubungan atau berinteraksi. Semestinya kepekaan sosial kita yang harus dikedepankan.

Perkembangan teknologi sekarang ini, terutama tentang gadget, telah mengalami perkembangan yang begitu pesat. Istilah global village pun menguak tentang perkembangan teknologi ini. Sehingga jarak dan waktu bukanlah penghalang lagi untuk orang-orang mengakses suatu informasi. Namun, sadarkah kita, perkembangan yang begitu pesat ini ternyata telah melunturkan nilai logika kita dalam mengkonsumsi suatu barang atau benda. Masalahnya, budaya konsumerisme telah berkembang dinegeri ini. Bahkan, mahasiswa yang merupakan salah satu elemen didalam masyarakat, telah terbius dan menjadi salah satu elemen konsumerisme. Memang tidak ada yang salah dari hal ini. Tapi ketika hal itu menjadi budaya dan dipaksakan karena nilai prestise didalam masyarakat maka, hal itu telah masuk kedalam ketidakrasionalan dalam mengkonsumsi suatu benda.Pasalnya, potret yang terjadi sekarang ini, masyrakat kita cenderung mengkonsumsi suatu benda dikarenakan nilai prestise yang ikut naik ketika mengkonsumsi benda tersebut. Parahnya, hal itu tidak dilihat dari kebutuhan yang diperlukan.
Masyarakat kita (Tidak semua) cenderung menggunakan benda bermerk mahal atau barang impor yang ternyata hanya mengedepankan gaya hidup. Tidak kepada nilai guna suatu barang. Alhasil, budaya berlebihan dalam mengkonsumsi barang menjadi lumrah di negeri ini. Sebut saja mahasiswa yang menggunakan BB mutahkir atau ipad tercanggih. Kegunaanya, mungkin sebatas buka jejaring sosial, BBMAN, dan semacamnya. Belum lagi penggunaan barang bermerk atau barang impor. Parahnya, banyak dari saudara-saudara kita yang berhutang atau mencicil untuk bisa menggunakan barang tersebut. Ini menjadi ironi. Karena pemikiran itu telah terjajah dengan budaya konsumerisme. Hingga akhirnya kita masih terjajah secara moral dan pemikiran oleh suatu perkembangan teknologi yang tidak dikritisi dengan baik.
Kesimpulan.
Alangkah bijak bila kita tidak menduakan nilai suatu barang dan berorientasi kepada nilai guna. Mengapa? Karena dengan adanya budaya konsumerisme didalam masyarakat, nilai benda menjadi dua fungsi. Dan berdampak kepada keuntungan semata tidak kepada pengkritisan nilai guna suatu kebutuhan. Tapi, hal ini tetap tidak mampu menahan laju konsumerisme masyarakat kita. Namun, kita bisa meminimalisir hal itu. Sehingga kita tidak terpaku dan menjadi korban konsumerisme. Dengan cara apa? Yaitu dengan cara melihat nilai kebutuhan kita terhadap suatu barang terssbut. Dan, tidak melihat sebagai tolak ukur gaya hidup yang bisa menaikan prestise seseorang dengan menggunakan barang itu. Memang tidak ada salahnya prestise itu  ada didalam masyarakat. Tapi, bila itu lebih ditonjolkan daripada nilai guna, maka sangat disayangkan pengkonsumsianya. Terlebih, barang itu dibeli hanya bertujuan sebagai naiknya status diri didalam masyarakat. semoga kita bisa mengkritisi suatu benda dengan mengedepankan nilai guna. Karena dengan begitu, kita berusaha memerdekakan diri kita dari budaya asing yang bermetamorfosis sebagai konsumerisme.
Sumber           :vanodezt.blogspot.com/2011/08/propaganda-media-menciptakan-budaya,  sosbud.kompasiana.com/2011/11/14/budaya-konsumerisme

Budaya Mudik Lebaran Di Indonesia


Budaya Mudik Lebaran Di Indonesia
Sebuah budaya unik terjadi setiap tahunnya di Indonesia, yang mana secara budaya sangat sakral untuk umat Muslim sehingga tak satupun orang muslim mau melewatkannya. Setelah berpuasa selama sebulan di bulan Ramadhan selesai meraka dengan antusias menjalankan budaya ini. Lebaran atau Idul Fitri adalah momen yang paling dinanti, hari di mana semua orang Muslim saling memaafkan kesalahan-kesalahan satu dengan yang lainnya.
Salah satu bentuk untuk merayakan Lebaran adalah pulang kampung atau lebih dikenal dengan mudik. Agar dapat berkumpul lagi dengan orang tua dan keluarga, jutaan orang mudik dari kota, di mana mereka bekerja atau tinggal, seperti Jakarta menuju ke tanah kelahirannya, yaitu desa. Mereka rela antri berjam-jam untuk mendapatkan tiket bus atau kereta, atau bahkan menyewa mobil. Berdesak-desakkan di dalam angkutan umum, berpanas-panasan di atas sepeda motor dan macet berjam-jam di jalanan merupakan kejadian yang selalu terjadi di setiap Lebaran. Bagi mereka, kerepotan, penderitaan dan kesulitan yang dihadapi selama dalam perjalanan pulang kampung tidak dianggap ada setelah mereka bertemu dengan anggota keluarganya. Dalam kenyataannya, perjalanan panjang selama mudik sering menjadi cerita yang menarik untuk diceritakan kepada keluarga.Pemudik (migrants) yang berasal dari desa yang sama biasanya melakukan mudik bersama-sama. Perusahaan di mana mereka bekerja menyediakan bis atau mobil sewaan untuk tenaga kerjanya sehingga mereka dapat pulang dengan lebih nyaman dan merasakan semangat kebersamaan. Seminggu atau bahkan sebulan sebelum Lebaran, mobil sewaan, tiket bis, dan kereta api sudah dipesan semua. Setiap orang pergi ke tempat tujuannya masing-masing.
Mudik tidak hanya untuk orang Muslim saja tetapi sudah menjadi tradisi tahunan yang tidak dapat dipisahkan dengan komunitas masyarakat Indonesia. Banyak orang yang bekerja dan tinggal di kota besar mudik karena pada Lebaran mereka mendapat liburan yang panjang. Biasanya, mereka akan mengunjungi dan mendoakan leluhurnya yang sudah meninggal di makam. Mudik juga bisa menjadi semacam terapi yang menguatkan hubungan kekeluargaan. Dalam aspek spiritual, mudik akan membangkitkan kesegaran dan tenaga baru bila mereka kembali bekerja di kota.
Orang-orang yang bekerja jauh dengan keluarganya di kota besar sering merasa ada yang kurang dalam hidupnya dan ‘kekurangan sesuatu’ ini dapat ditemukan kembali pada waktu mereka pulang kampung. Oleh karena itu mudik Lebaran, selain menjadi tradisi tahunan, juga memiliki efek perbaikan hidup atau terapi untuk rasa kehilangan bagi mereka yang hidup jauh dari orang tua dan keluarga.
Penduduk di kota besar bertambah setiap tahunnya ketika para pemudik kembali ke kota dengan membawa saudara atau kerabatnya ke kota. Cerita tentang kesuksesan hidup di kota membuat saudara, anggota keluarga, dan bahkan teman terpengaruh untuk meninggalkan keluarga dan desanya dan mengadu nasib di kota besar, dengan harapan untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik.
Menurut Maman S. Mahayana dalam memaknai mudik. Menyimak tulisan Maman S. Mahayana (Dosen FIB UI, kandidat doktor di Universitas Kebangsaan Malaysia) yang disampaikan pada International Conference of Law and Culture in South East Asia, diselenggarakan Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan Hankuk University of Foreign Studies, Seoul, Korea, Depok, FHUI, 13 Juli 2011 dengan judul "Mudik di Indonesia dan Korea" yang dimuat website http://www.lenteratimur.com dan tulisan lainnya yang hampir serupa dengan judul "Akar Sosiologis Mudik Lebaran" yang lebih awal dimuat website http://megapolitan.kompas.com pada tanggal 8 September 2010, terdapat penafsiran makna menyudutkan bahwa mudik lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya. Benarkah demikian adanya ?
Maman S. Mahayana dengan gamblang menjelaskan bahwa kata mudik itu lebih dekat pada pengertian pergi ke udik, juga dapat ditelusuri dari kata bentukan dari kata dasar udik: memudik yang bermakna berlayar mudik (ke hulu), dan memudikkan yang bermakna menjalankan perahu kearah hulu. Mengingat udik berada di daerah atau wilayah hulu yang jauh di pegunungan atau pedalaman, maka kata udik mengacu pada suatu daerah atau wilayah yang berada di kawasan pedalaman, pedusunan, pedesaan atau perkampungan. Sampai di sini, sesungguhnya kata udik masih berkonotasi netral. Ketika seseorang dikatakan sebagai orang udik, artinya orang itu berasal dari daerah hulu atau daerah pedalaman. Pernyataan orang udik sama sekali tidak berkonotasi negatif.
Menurut Maman S. Mahayana, dalam perkembangannya, ketika bermunculan wilayah perkotaan, dan kota dianggap sebagai pusat kemajuan, makna kata udik yang semula netral bergeser menjadi berkonotasi negatif, yakni sebagai wilayah yang belum tersentuh oleh kemajuan. Wilayah-wilayah itu berada di daerah pedalaman, pedusunan, pedesaan atau perkampungan yang dianggap masih terbelakang. Maka, konsep udik dalam pengertian sebagai wilayah pedalaman, pedusunan, pedesaan atau perkampungan berseberangan maknanya dengan konsep kota dan perkotaan. Jadilah hubungan kota—desa atau kota—udik, sebagai hubungan yang maknanya berkaitan dengan kemajuan dan keterbelakangan. Inilah awal mula makna kata udik memperoleh nuansa negatif sebagai wilayah terbelakang yang belum tersentuh kemajuan.
Sampai tahun 1970-an, kata mudik belum dimaknai sebagai pulang ke kampung halaman. Bahkan, mudik tidak ada kaitannya dengan hari raya Iedul Fitri atau Lebaran. Ketika itu, mudik dan lebaran adalah dua peristiwa yang tidak ada hubungannya. Setidak-tidaknya, jika kita dapat mencermati sejumlah karya sastra yang bercerita tentang lebaran atau yang secara eksplisit menggunakan judul: lebaran, maka kita akan sia-sia saja mencari kata mudik di sana. Jadi, sampai tahun 1970-an itu, lebaran tidak ada hubungannya dengan mudik atau sebaliknya. Lebaran dan mudik adalah dua peristiwa yang ketika itu tidak ada perkaitannya. Pertanyaannya kini: kapan mulanya mudik mengalami penyempitan makna menjadi pulang ke kampung halaman yang lalu berkaitan dengan lebaran?
Fenomena mudik yang lalu dikaitkan dengan lebaran, terjadi pada awal pertengahan dasawarsa 1970-an ketika Jakarta tampil sebagai kota besar satu-satunya di Indonesia yang mengalami kemajuan luar biasa. Jakarta di bawah kepemimpinan Gubernur Ali Sadikin (1966—1977) berhasil disulap menjadi kota metropolitan. Tanpa disadari, sistem pemerintahan sentralistik yang diterapkan penguasa Orde Baru memperoleh legitimasi sosiologis ketika ibukota negara melesat dengan berbagai kemajuannya dibandingkan kota-kota lain di Tanah Air. Jakarta seketika menjadi pusat orientasi sosial, budaya, politik, dan pemerintahan. Bagi penduduk kota-kota lain, dan terutama orang-orang udik, Jakarta menjelma sebagai kota impian. Dengan begitu, Jakarta menjadi tempat penampungan orang-orang udik yang di kampung tak beruntung dan di Jakarta seolah-olah akan kaya. Boleh jadi, lebih dari 80 % para urbanis ini datang ke Jakarta hanya untuk mencari pekerjaan. Dari jumlah itu, lebih setengahnya adalah masyarakat tidak terdidik atau setengah terdidik. Jadi, secara sosiologis, mereka adalah kelompok masyarakat menengah ke bawah yang secara kultural satu kakinya berada di kampung halaman dan satu kakinya lagi enggan berada di Jakarta.
Dengan kesadaran itu, bagi mereka yang belum dapat menetap dan hidup mapan di Jakarta, secara psikologis, tidak hanya merasa perlu mendapatkan legitimasi sosial atas keberadaannya di Jakarta, tetapi juga sekaligus ingin menunjukkan kehadirannya, keberadaannya, eksistensinya. Di Jakarta, eksistensi mereka tenggelam, sementara legitimasi sosial atas keberadaan mereka juga tak kunjung datang. Itulah sebabnya, kehadiran mereka di kampung halaman akan dapat memenuhi harapan itu. Lebaran adalah momentum yang tepat untuk itu. Sebab, pada hari lebaran ada dimensi keagamaan; ada legitimasi seolah-olah lebaran adalah waktu yang tepat untuk berziarah. Pergi ke kampung halaman adalah kamuflase dari semangat memperoleh legitimasi sosial dan menunjukkan eksistensinya. Itulah awal mula pulang kampung atau mudik menjadi tradisi yang seolah-olah mempunyai akar budaya.
Kesimpulan & Pendapat.
Jadi, sesungguhnya tradisi mudik (Jakarta ke udik) lebih disebabkan oleh problem sosial, dan sama sekali tidak didasarkan oleh akar budaya. Lebaran adalah momentumnya. Tengoklah, sebagian besar para pemudik itu adalah kelompok masyarakat menengah ke bawah yang ingin menunjukkan kepada masyarakat udiknya, seolah-olah di Jakarta mereka telah mencapai sukses.
Begitulah, mudik pada hari Lebaran di Indonesia sesungguhnya tidak punya akar tradisi budaya, melainkan lebih disebabkan oleh problem sosial akibat sistem pemerintahan yang sentralistik dengan Jakarta sebagai pusat segala-galanya. Mengingat para pemudik sebagian besar adalah mereka yang belum dapat tinggal dan hidup mapan di Jakarta, maka mudik lebaran menjadi momentum penting bagi mereka untuk melegitimasi keberadaannya di ibukota sebagai seolah-olah telah mencapai sukses, baik secara materi maupun sosial. Terlepas dari latar belakang munculnya fenomena mudik itu, masalah yang ditimbulkannya dari tahun ke tahun –menjelang dan sesudah lebaran—selalu sama: antrean panjang karcis kereta api; harga sembako naik, harga tiket bus, kereta api, kapal laut, pesawat terbang, sampai ke ongkos angkot, bajaj, dan ojek, melonjak seketika; pesta para calo; kemacetan terjadi di mana-mana, dan jatuh korban kecelakaan lalu lintas. Lalu, selepas libur panjang lebaran itu, kantor-kantor pemerintah kosong lantaran para pegawainya menambah jatah libur, orang udik membawa lagi orang udik yang lain, dan masyarakat desa memelihara mimpi mereka untuk dapat menikmati gaya hidup kota. Mudik lebaran pada akhirnya lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya. Pemerintah atas nama pelayanan masyarakat  justru seperti sengaja memanjakan kemudaratan itu.
Menjelang hari besar seperti lebaran mudik merupakan pemandangan yang bisa dilihat dimana-mana. Semua orang merasa tidak afdol jika tak mudik. Padahal silaturahmi tidak hanya dilakukan di bulan Syawal. Karena jika tradisi mudik ini sampai mengorbankan puasa malah menjadi mudharat. Karena sesungguhnya puasa merupakan ibadah utama sedangkan mudik tradisi belaka. Semoga puasa teman- teman tetap terpelihara sehingga mendapat manfaat ganda yaitu meraih kemenangan dan mempererat silaturahmi. Amin.
Sumber            : dfian.com, http://raharja-blog.blogspot.com, http://www.pekalongankab.go.id/fasilitas- web/artikel/sosial-budaya/1219-penafsiran-mudik-lebaran-dalam-aspek-sosial-budaya-bangsa-indonesia

Rabu, 18 April 2012

BUDAYA GELAR HAJI DI INDONESIA


NAMA: ABDUL ROZAQ TRI. N           NPM: 10111029     KELAS: 1KA29
ILMU BUDAYA DASAR.

BUDAYA GELAR HAJI DI INDONESIA
Berbarengan dengan meningkatnya ekonomi masyarakat, semakin banyak kita saksikan umat Islam Indonesia yang melaksanakan ibadah haji. Karena itu, ada baiknya kita diskusikan terlebih dahulu apa itu haji, dan apa makna ibadah haji. Haji dalam bahasa Arab berarti berziarah, mengunjungi.Berasal dari kata hajja, yang ism fa’ilnya (pelakunya) disebut dengan haajjun, bentuk pluralnya hujjaaj, yang artinya adalah orang-orang yang menziarahi, yang mengunjungi.
Apa yang diziarahi, dikunjungi, tidak lain adalah monumen-monumen Allah, yang dalam bahasa al-Qur’an sya’aa-iruLLah (lihat al-Baqarah/2:158), di antaranya adalah Ka’bah, Shafa dan Marwah, Arafah, Mina, Muzdalifah, dan lain sebagainya. Semua monumen-monumen tersebut merupakan tanda-tanda dari ketakwaan hati.
Jauh di belakang tanda yang tertinggal, ada sejarah tentang ketaqwaan jiwa anak manusia. Misalnya Shafa dan Marwah, ini adalah tempat di mana Hajar, isteri Nabi Ibrahim megalami kehausan yang tiada tara akibat ketiadaan air. Begitu juga dengan Arafah, Mina, dan Muzdalifah, semua ada sejarahnya.
Jadi sebenarnya, kewajiban mengunjungi Makkah, di samping dalam rangka ibadah, juga dalam upaya menggali kesan yang ditinggalkan orang-orang yang dekat dengan Allah. Dengan begitu diharapkan, orang-orang yang berhaji mendapatkan kesan yang mendalam akan ketaqwaan, yang kemudian berimplikasi pada perbuatan keseharian. Inilah kiranya makna dari ibadah haji ke baituLLah.
Sebagaimana disebutkan, secara kebahasaan, haji berarti menziarahi, mengunjungi.Jadi tepatnya istilah ini digunakan untuk orang yang mau beribadah haji, bukan untuk mereka yang telah selesai melaksanakannya. Ketika seseorang pulang dari ibadah haji, sebenarnya sematan haji bagi dirinya sudah tuntas, karena dia tidak lagi berada dalam proses berziarah.
Sebaliknya di Indonesia, gelar tersebut masih tetap melekat. Orang-orang yang telah selesai melaksanakan ibadah haji, mendapat gelar tambahan di depan namanya dengan sebutan haji (untuk laki-laki) dan hajjah (untuk perempuan). Banyak orang memandang hal itu tidak baik, karena bisa menimbulkan sikap riya, pamer, sehingga bisa berbahaya bagi nilai ibadahnya di hadapan Allah.
Terkesan lucu memang, dari sekian banyak negara, hanya orang-orang Indonesia dan Malaysia saja yang menambahkan gelar haji di depan namanya. Namun jika kita melihatnya dari sudut pandang sejarah, terasa dapat dipahamilah mengapa orang-orang Indonesia mengenakan gelar haji di depan namanya.
Alasan lain pemakaian gelar haji bagi mereka yang kembali pulang adalah, karena susahnya menempuh perjalanan pulang pergi Indonesia-Makkah, sehingga agar kesan itu tidak hilang, maka dipakailah gelar haji sebagai tanda perjuangan ibadah. Penambahan gelar ini tentu sangat dapat dimaklumi.
Haji, sebagai ibadah yang berulang, sebagaimana terlihat dari kata Idul Adha, yang berarti kembali berkorban secara akumulatif menjadi suatu tradisi. Karena di samping kata Idyang berarti berulang, ia juga bisa menjadi adat, kebiasaan (bhs. Arab ‘Aadah). Begitu juga dengan gelar haji, ia berkembang secara evolutif, tanpa disadari, sehingga menjadi semacam tradisi.
Tidak mudah untuk menyalahkan, apalagi memandangnya sebagai sesuatu yang bid’ah, karena harus didudukkan dulu posisinya, apakah penambahan gelar haji di depan nama itu merupakan suatu ibadah, ataukah hanya sekedar budaya?

Mengenal usul gelar haji di Indonesia.
Dahulu di zaman penjajahan belanda, belanda sangat membatasi gerak-gerik umat muslim dalam berdakwah, segala sesuatu yang berhubungan dengan penyebaran agama terlebih dahulu harus mendapat ijin dari pihak pemerintah belanda. Mereka sangat khawatir apabila nanti timbul rasa persaudaraan dan persatuan di kalangan rakyat pribumi, yang akan menimbulkan pemberontakan, karena itulah segala jenis acara peribadatan sangat dibatasi. Pembatasan ini juga diberlakukan terhadap ibadah haji.bahkan untuk yang satu ini belanda sangat berhati-hati, karena pada saat itu mayoritas orang yang pergi haji, ketika ia pulang ke tanah air maka dia akan melakukan perubahan.
Contohnya adalah Muhammad Darwis yang pergi haji dan ketika pulang mendirikan Muhammadiyah, Hasyim Asyari yang pergi haji dan kemudian mendirikan Nadhlatul Ulama, Samanhudi yang pergi haji dan kemudian mendirikan Sarekat Dagang Islam, Cokroaminoto yang juga berhaji dan mendirikan Sarekat Islam. Hal-hal seperti inilah yang merisaukan pihak Belanda. Maka salah satu upaya belanda untuk mengawasi dan memantau aktivitas serta gerak-gerik ulama-ulama ini adalah dengan mengharuskan penambahan gelar haji di depan nama orang yang telah menunaikan ibadah haji dan kembali ke tanah air. Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Pemerintahan Belanda Staatsblad tahun 1903.
Di Kepulauan Seribu, di P. Onrust dan P. Khayangan, orang-orang yang pulang haji, banyak yang di karantina di sana. Ada yang memang untuk dirawat dan diobati karena sakit akibat jauhnya perjalanan naik kapal, dan ada juga yang disuntik mati kalau dipandang mencurigakan. Karena itu gelar haji menjadi semacam cap yang memudahkan pemerintah Hindia Belanda untuk mengawasi mereka yang dipulangkan ke kampung halaman.
Problematika haji Indonesia
Memakai Gelar HajiOrang Islam Indonesia pada umumnya jika selesai menunaikan Ibadah Haji, maka sering di panggil Pak Haji Fulan atau Ibu Hajah Fulanah, bahkan ada sebagian orang yang dengan sengaja menambahkan gelar Haji di depan namanya untuk penulisan dalam dokumen atau surat-surat penting dengan berbagai alasan, diantaranya ada yang mengatakan itu merupakan Syiar, supaya orang tertarik untuk segera mengikuti menunaikan ibadah haji, ada pula yg beralasan bahwa Ibadah Haji adalah Ibadah yang besar dan memerlukan biaya besar jadi orang tersebut merasa rugi kalau namanya tidak memakai gelar Haji/Hajah, atau jaman dulu masih sedikit orang yang mampu (dalam hal materi) mengeluarkan biaya untuk menunaikan Ibadah haji, sehingga jarang sekali orang yang bisa melaksanakan haji, maka jika pada suatu desa atau kampung ada orang Islam yang menunaikan Haji dan di kampungnya atau desanya hanya dia satu-satunya yang pernah menunaikan Haji, maka jika di kampung/desa itu di sebutkan Pak Haji (tanpa menyebut nama aslinya) maka sekampung/sedesa pasti tahu siapalah orang yang di maksud Pak Haji itu.
Padahal Ibadah Haji itu tidak berbeda dengan ibadah-ibadah yang lain seperti : - Sahadat - Sholat - Puasa - Zakat – Haji
Ternyata Ibadah Haji itu merupakan salah satu dari rukun Islam yang diwajibkan Allah. Jadi jika ada orang menunaikan Haji terus namanya harus di tambahkan Haji, kalau begitu alasannya semestinya jika dia menunaikan ibadah-badah yang lain juga di tambahkan ke dalam namanya, seperti Zakat, puasa, Sholat dan Sahadat (mengapa cuma haji ??? yang dipakai sebagai gelar).
Adakah Rasulullah memakai gelar Haji, pernahkan anda dengar sahabat menggunakan gelar Haji juga (misal: Haji Nabi Muhammad SAW.; atau para sahabatnya Haji Umar Bin KhotobHaji Abu BakarHaji Usman Bin Afan;Haji Ali Bin Abitholib), padahal beliau beberapa kali menunaikan Ibadah Haji.
Menjadi seseorang dengan predikat Haji / Hajjahtidaklah mudah & memiliki beban moral yang harus diselaraskan dengan julukan atau gelar yang mereka sandang mau tidak mau.Karena bagi masyarakat kita secara keseluruhan, mendapatkan gelar Haji itu tidak semudah kita mendapatkan gelar dokter & sarjana seperti dibangku pendidikan yang bisa didapatkan dalam jangka waktu 3-5tahun.
Dan bisa dikatakan seorang yang menyandang gelar Haji / Hajjah, lebih dihargai & dihormati dibanding mereka atau bahkan kita semua yang mendapat nilai cumlaude bangku kuliah.Karena beban moral, yang dipertanggung jawabkan oleh seorang yang bergelar Haji / Hajjah bukan hanya selama didunia melainkan ketika di akhirat juga & menjadi suri tauladan atau panutan dasar bagi lingkungan disekitarnya. 
Walaupun tidak semua, dari mereka yang mendapatkan gelar Haji / Hajjah mampu & bisa menerapkan perilaku yang baik & bermanfaat.Dan tidak jarang, banyak dari mereka yang terpeleset dari amanah atau gelar yang mereka sandang dari Tuhan & masyarakat sekitar karena banyak godaan & nafsu yang berjalan lurus dengan amal baik mereka. 
Oleh karena itu, bisa dikatakan menjadi seorang Haji / Hajjah yang amanah tidak cukup dengan bermodal uang 50juta saja lalu pergi ke Arab.Tapi bagaimana semua kepercayaan Tuhan yang diberikan kepada kita, bisa diaplikasikan baik & berdampak baik hasilnya bagi semua mahluk hidup didunia ini bukan hanya kepada sesama manusia saja. 
Gelar haji kadang menjadi problem tersendiri di masyarakat. Karena ia menjadi suatu tradisi, tanpa dikehendaki si penyandang, kadang gelar itu disandangkan sendiri oleh masyarakat. Sebaliknya, ada juga orang yang merasa gelar itu semacam kehormatan, sehingga ketika orang lupa membubuhkan gelar haji di depan namanya, merajuk dan jengkellah hatinya.
Kesimpulan.
Kalau melihat fakta-fakta seperti ini, rasanya gelar haji sudah tidak relevan lagi saat ini, biarkan saja nanti Allah SWT yang memberikan gelar haji mabrur kepada kita yang telah menunaikan ibadah haji, karena kita harus ingat niat pertama kita beribadah haji bukanlah untuk gelar, identitas diri, namun sebagai wujud nyata ketaatan kita kepada perintah Allah SWT.
Haji / Hajjah itu bukan sebuah mata pencaharian atau profesi, tapi haji itu sebuah bentuk pengabdian kita kepada Tuhan & semua mahluk hidup disekeliling kita.biarlah gelar haji menjadi kekayaan budaya yang unik di Indonesia, karena ia juga merupakan tradisi yang tidak disengaja sebelumnya. Adapun masalah implikasi gelar itu bagi keriyaan seseorang, biarlah menjadi tanggungan dirinya di hadapan Allah.Bukankah riya itu dipicu oleh berbagai macam kemungkinan. Lantas mengapa kita menjadi susah dengan gelar haji yang hanya merupakan satu dari banyak kemungkinan itu.

Sumber: masfarouq, Kian Santang, Wikipedia