Banyak orang berniat dan berminat menjadi pengusaha namun hanya
sedikit yang sukses mewujudkannya. Dalam hal ini, modal utama yang harus
dimiliki adalah kemauan. Pepatah yang mengatakan ‘Dimana ada kemauan disitu ada
jalan’ memang selalu benar adanya. Namun kemauan itu perlu didukung faktor lain
yang akan menunjang sebuah kesuksesan.
Maka, jika Anda ingin menjadi pengusaha, telusurilah jalan untuk
menjadi pengusaha yang terbaik. Berikut sepuluh langkah menjadi sosok
entrepreneur yang berhasil:
1.Mulailah dari mimpi dan imajinasi
Sebelum manusia bisa sampai di bulan, tak pernah ada yang berpikir
bahwa itu adalah sebuah kenyataan. Ide mendarat di bulan pada awalnya adalah
sebuah mimpi indah yang tak akan pernah terwujud. Namun seseorang telah
membuktikannya bahwa mimpi itu bisa diwujudkan. Ingat, semua bermula dari
sebuah mimpi plus keyakinan. Jika Anda berniat memasarkan sebuah produk, jangan
cuma niat terus, yakinlah akan produk yang akan Anda tawarkan. Hanya seorang
pemimpi yang mampu menciptakan dan membuat sebuah terobosan dalam produk, cara
pelayanan, jasa, ataupun ide lah yang bisa sukses. Mereka tidak mengenal batas
dan kerterikatan, tak mengenal kata ‘tidak bisa’ ataupun ‘tidak mungkin’.
2.Mencintai produk atau servis yang ditawarkan
Kecintaan akan produk akan memberikan sebuah keyakinan kepada
pelanggan Anda dan membuat kerja keras terasa ringan. Ini membuat Anda mampu
melewati masa-masa sulit. Setiap awal usaha selalu banyak halangan ataupun
kesulitan yang bertubi tubi, kecintaan akan produk Anda akan membuat Anda
bekerja keras dengan senang hati.
3.Antusiasme dan keuletan
Antusiasme dan keuletan sebagai pertanda cinta dan keyakinan Anda
akan menjadi tulang punggung keberhasilan sebuah usaha yang baru. Sikap malas
dan ogah-ogahan hanya akan membuat Anda tertinggal.
4.Pelajari dasar-dasar bisnis
Pengetahuan adalah kunci keberhasilan. Tidak akan ada sukses tanpa
sebuah pengetahuan. Dasar bisnis yang baik adalah belajar sambil bekerja.
Bekerja dengan orang lain dulu sebelum Anda menjadi pebisnis akan membantu Anda
menyerap pengalaman dan siap untuk sukses. Anda juga bisa mencari guru yang
baik untuk perkembangan Anda.
5.Berani mengambil resiko
Ini adalah kunci awal dalam dunia wirausaha, karena hasil yang
mungkin dicapai akan proporsional terhadap resiko yang diambil. Sebuah resiko
yang diperhitungkan dengan baik akan lebih banyak memberikan kemungkinan
berhasil.
6.Mencari masukan dan nasehat tanpa mengabaikan kata hati
Entrepreneur selalu mencari nasehat, saran dan kritik dari
berbagai pihak tapi keputusan akhir selalu ada ditangannya dan dapat diputuskan
dengan ‘indera ke enamnya’.
7.Lakukan komunikasi dengan baik
Pada fase awal sebuah usaha, kepiawaian menjual merupakan kunci
sukses. Dan kemampuan untuk memahami dan menguasai hubungan dengan pelanggan
akan membantu mengembangkan usaha pada fase itu.
8.Kerja keras
Entrepreneur sejati tidak pernah lepas dari kerja keras. Pada saat
tidurpun otaknya bekerja dan berpikir akan peluang bisnis yang baik. Dalam
keseharian, mereka tak kenal lelah dan putus asa.
9.Menjalin relasi
Tak ada seorang pebisnis pun yang mampu berjalan sendiri. Peran
teman, rekan, mitra, dan klien sangat mempengaruhi perkembangan suatu bisnis.
Merekalah yang akan memberi masukan, kritik, dan membantu di masa-masa sulit.
Maka seorang pebisnis dituntut pandai bergaul untuk menjalin relasi bisnis
seluas-luasnya.
10.Berani menghadapi kegagalan
Kegagalan merupakan awal dari keberhasilan dan menguatkan intuisi
serta kemampuan Anda dalam berwirausaha, selama kegagalan itu tidaklah
‘mematikan’. Setiap usaha selalu mempunyai resiko kegagalan dan bilamana sampai
itu terjadi, bersiaplah dan kuatkan diri untuk bangkit lagi!
Satu hal lagi yang tak boleh Anda lupakan yaitu, jangan
mengulur-ulur waktu. Jika Anda telah siap, lakukanlah sekarang juga! Semakin
lama Anda menunda maka Anda akan semakin banyak kehilangan peluang dan
kesempatan untuk sukses.
Konon 70 persen bisnis skala kecil (bisnis rumahan, bisnis
perorangan, industri rumah tangga) gagal di tahun pertama operasinya. Sisanya
yang 30 persen, terseok-seok di tahun kedua. Dari 30 persen tadi, hanya 10
persennya saja yang selamat memasuki tahun ketiga. Berikutnya hanya 5 persen
yang beruntung bertahan hidup sampai tahun kelima. Nah, yang benar-benar
berumur panjang dan sukses, konon tak sampai satu persen dari sisanya.
Mengapa? Banyak sebab! Modal minim, kurang pengalaman, keuangan
yang payah, kesalahan manajemen, sedikit relasi, sampai terimbas resesi. Pendek
kata, bisnis "balita" (usia di bawah lima tahun) memang rawan. Perlu
pengelolaan ekstra ketat tapi dinamis, cerdas, plus kreatif. Jika Anda sedang
merintis bisnis skala kecil, barangkali 14 strategi berikut ini bisa memberi
inspirasi.
1. Rencana Bisnis
Ada guyonan, jika mau berwiraswasta jangan terlalu banyak membuat
rencana. Bisa-bisa Anda hanya berhasil membuat rencana, tapi tak pernah berani
menjalankannya. Ada benarnya juga. Tapi bisnis sekecil apapun perlu rencana.
Jalankan saja sebuah bisnis, lalu sambil berjalan lakukan
perencanaan-perencanaan matang. Jadikan rencana bisnis sebagai arahan, bukan
sebagai penghalang.
2. Amankan Modal
Bisnis skala kecil biasanya modal sendiri dan itu pun terbatas
jumlahnya.Bisa juga Anda didukung investor atau modal pinjaman. Jika demikian,
hati-hatilah mengelolanya. Hindari perluasan biaya operasional di luar rencana
bisnis semula. Cara terbaik mengamankan modal adalah dengan melakukan
pengecekan posisi keuangan setiap hari. Amankan setiap pengeluaran, seolah-olah
hidup Anda benar-benar tergantung dari cadangan modal tadi.
3. Potong Biaya
Penghematan adalah kata kunci pengamanan modal. Hindari semua biaya-biaya
yang tidak perlu. Hindari tambahan biaya operasional. Upayakan selalu dapat
harga diskon dari supplier. Jika beli tunai mahal, beli secara kredit atau
menyewa bisa jadi pilihan. Sesuaikan pilihan teknologi dengan kebutuhan. Jika
hanya butuh komputer untuk mengetik dan software program keuangan sederhana,
jangan terobsesi pada komputer super canggih yang mahal harganya.
4. Laba Tunai
Direkomendasikan supaya Anda benar-benar punya laba tunai, bukan
sekedar laba dalam pembukuan. Banyaknya piutang tidak mengindikasikan usaha
Anda menguntungkan. Jadi jangan terjebak pada laba di atas kertas. Artinya,
makin banyak transaksi tunai (cash and carry) makin bagus pula cashflow Anda.
Salah satu sumber kebangkrutan bisnis balita adalah kegagalan mereka mencairkan
laba di atas kertas menjadi laba tunai.
5. Kepuasan Pelanggan
Kelangsungan
bisnis Anda ditentukan oleh kepuasan pelanggan. Maka jangan beri konsumen
produk dan pelayanan bermutu rendah. Beri jaminan kepuasan pelanggan! Bila
memungkinkan, galakkan after sales service (layanan purna jual). Jadikan hal
ini sebagai kredo bisnis Anda. Setelah itu, konsistenlah memenuhi janji Anda.
Jika produk cacat, gantilah! Jika ada komplain, tampunglah dan adakan
perbaikan.
6. Pelanggan Produktif
Meskipun kepuasan pelanggan jadi komitmen utama, fokuslah pada
pelanggan yang paling banyak memberikan laba. Kepada merekalah kredo kepuasan
pelanggan diberlakukan secara ketat. Ini demi efisiensi biaya pelayanan.Dari
100 pelanggan, mungkin hanya 20 persen yang memberikan laba terbanyak.Walau
begitu perlakukan 80 persen sisanya dengan sangat bijaksana. Di antara mereka
selalu terbuka kemungkinan bisa memberi lebih banyak laba.
7. Tuailah Referal
Dampak nyata kepuasan pelanggan adalah rekomendasi pada bisnis
Anda. Setiap orang paling apes punya 50 teman dekat, relasi, atau, koneksi.
Jika punya 10 pelanggan saja yang puas, maka asal hitung saja Anda punya 500
prospek baru.Kalau pelanggan puas, tak perlu ragu meminta rekomendasi mereka.
Banyak referal (rujukan) bisa Anda dapat. Untuk bisnis tertentu (misalnya jasa
konsultasi), surat-surat kepuasan pelanggan bisa jadi magnet bisnis yang
efektif.
8. Iklan dan Promosi
Supaya publik tahu jasa dan produk Anda, beriklanlah. Untuk
menekan anggaran, gunakan iklan baris atau iklan kolom yang murah. Pasang iklan
dalam waktu yang cukup, dan anggap ini sebagai investasi. Tidak selamanya iklan
dan promosi mahal. Brosur, katalog, kartu nama, stiker, adalah instrumen baku.
Anda pun bisa ambil bagian dalam sponsorisasi aneka kegiatan olah raga atau
amal untuk meningkatkan brand awareness.
9. Manfaatkan Koneksi
Koneksi dan relasi bisnis adalah mutlak. Kenalilah orang-orang di
posisi kunci seperti bagian pembelian atau marketing. Manfaatkan semua lini di
mana Anda terlibat, seperti lingkungan sekolah, kampus, sekitar rumah,
lingkungan kerja, organisasi sosial-politik, klub-klub hobi, dll. Bukan saja
berpotensi jadi customer, koneksi dan relasi bisa memberi Anda tambahan modal,
proyek, referensi, koneksi baru, dsb.
10. Ikutlah Ekspo Bisnis
Ikutlah berbagai pameran untuk berpromosi. Di sini segala
keunggulan dan keunikan produk bisa dilihat banyak orang. Inilah kesempatan
untuk memperluas networking bisnis, bertemu pelanggan potensial, dan memperoleh
feedback langsung dari konsumen. Jika beruntung, Anda bisa menarik
minat investor besar. Dengan penataan stan yang menawan, serta keramahan, Anda
bakal menarik minat banyak pengunjung.
11. Jadilah PR
Yang paling diabaikan oleh usaha rumahan adalah soal public
relations.Sekecil apapun bisnis Anda, jangan abaikan hal ini. Kerpibadian yang
hangat dan menawan bisa jadi humas yang baik. Itu pun bisa mendongkrak citra
produk (bisnis) Anda. Bila ada kesempatan, jalin hubungan sedekat-dekatnya
dengan para jurnalis media cetak, televisi, maupun radio. Dari merekalah Anda
dapat publikasi rendah biaya.
Sejak pertama kali ditemukan pada
tahun 101 Masehi oleh Tsai Lun seorang warga berkebangsaan Cina, peran kertas
terus mengalami perkembangan. Sebagai sebuah media ringan dan mudah dipindah
serta didistribusikan, kertas telah banyak dipakai terutama dalam dunia
percetakan, pendidikan dan perkantoran. Dalam dunia percetakan, kertas dapat
diubah menjadi sebuah buku, surat kabar, majalah, brosur serta kedalam berbagai
bentuk lain yang mengandung sebuah nilai informasi. Jadi, kalau kita berbicara
tentang kertas, maka sudah pasti tidak akan jauh dari kegiatan membaca dan
menulis.
Membaca merupakan sebuah sikap positif yang bisa dilakukan oleh siapa saja,
dimanapun dan kapanpun. Secara tidak langsung, membaca dapat mengajarkan kita
bagaimana berkomunikasi dengan sang penulis, walaupun dengan konsep dan tempat
yang berbeda. Membaca juga dapat memberikan rasa tenang dan mampu menciptakan
fikiran yang positif pada diri orang yang suka membaca.
Membaca sendiri merupakan kegiatan yang bisa dibina dan dikembangkan, hingga
seseorang akan merasa terikat dan termotivasi untuk membaca, serta membuat
orang yang rajin membaca menjadi kecanduan dan akan sulit sekali untuk
melepaskan diri dari kegiatan membaca.
Dunia Online
Internet merupakan salah satu media
yang begitu akrab dikalangan masyarakat perkotaan, tetapi masyarakat yang
bertempat tinggal di daerah pedesaan juga tak ingin ketinggalan, mereka mulai
aktif belajar bagaimana menguasai teknologi informasi (dunia online) yang dapat
memberikan mereka jutaan informasi yang dikemas ke dalam sebuah perangkat
teknologi. Teknologi digital merupakan salah satu bagian dari kemajuan dunia
internet. Teknologi ini sendiri sudah dipakai hampir semua kalangan individu
dan lembaga baik swasta dan pemerintah. Kemajuan teknologi digital ibarat arus
sungai yang mengalir deras, dan sulit sekali untuk dibendung.
Dalam beberapa tahun terakhir, banyak sekali bermunculan bahan bacaan seperti
halnya surat kabar, majalah dan tabloid yang disajikan dalam bentuk digital
(e-paper). Konsep yang ditawarkan sama seperti kita membaca surat kabar atau
majalah biasa, baik dari cara membaca berita dan bentuk surat kabar yang sudah
diperkecil dari ukuran versi cetaknya, yang menarik adalah kita dapat membolak
balik halaman sama seperti kalau membaca surat kabar seutuhnya, tinggal klik
saja dengan satu setuhan ujung jari, maka berita halaman berikutnya sudah bisa
kita baca.
Mungkin tidak semua orang bisa memanfaatkan fasilitas ini, karena membaca
sebuah surat kabar dalam bentuk e-paper membutuhkan perangkat pendukung seperti
komputer, laptop, gadget dan bisa juga menggunakan ponsel (hp) yang dilengkapi
dengan akses internet.
Demikian juga dengan beberapa penerbit dan percetakan, yang mulai
mempublikasikan hasil terbitannya melalui media internet dalam bentuk digital.
Isi dan tampilan juga sama seperti buku yang dibuat dalam bentuk cetakan. Dan
untuk membaca buku versi digital juga dibutuhkan perangkat pembantu seperti
halnya komputer.
Kemudahan yang diberikan dalam bentuk digital telah banyak memberikan pengaruh
dalam perkembangan dunia cetak dewasa ini. Bentuk digital dirasa lebih mudah
dan fleksibel untuk dibawa kemana-mana seperti buku yang telah di input kedalam
versi digital. Kalau dalam bentuk cetakan (hard cover) jumlah buku yang sanggup
untuk dibawa kedalam tas paling banyak lima judul, itu juga tergantung tingkat
ketebalannya. Tetapi kalau dalam bentuk digital, kita bisa membawa lebih banyak
lagi tergantung dari kesanggupan memori yang dipakai untuk menyimpan koleksi
digital dalam perangkat pendukung.
Tingkat penggunaan media internet di dunia pada tahun 2011 telah mencapai dua
miliar pengguna. Hal itu diungkap badan telekomunikasi PBB, Hamadoun Toure.
Pertumbuhan online tercepat beberapa tahun terakhir terjadi di dua negara. Di
Arab, perkiraan jumlah pengguna internet mencapai 88 juta, dua kali lipat
dibandingkan lima tahun lalu. Pertumbuhan di bekas Uni Soviet Commonwealth of
Independent States bahkan lebih cepat, 127 juta orang menggunakan internet disana
tahun lalu, yang pada 2007 hanya 51 juta.
Sungguh angka yang sangat besar. Tingkat membaca surat kabar dalam bentuk
digital juga meningkat tajam. Ini semua terjadi karena berita yang disajikan
cenderung baru dan lebih menarik karena ditambah dengan gambar bergerak, mudah
didapat, praktis dan dapat disimpan.
Perkembangan teknologi informasi akan terus terjadi, kita tidak akan pernah
tahu besok atau lusa penemuan apalagi yang akan mengguncang dunia, terutama
dalam bidang pemanfaatan teknologi informasi. Kehadiran berbagai bahan
informasi dalam bentuk digital (online) tentu harus berjalan searah dengan
kemajuan industri percetakan dalam bentuk tercetak.
Kesimpulan.
Bagaimanapun, bahan bacaan dalam
bentuk cetakan (kertas) mampu memberikan warna tersendiri terhadap tingkat
membaca masyarakat seperti halnya buku dan surat kabar. Orang yang sudah
terbiasa membaca buku dalam bentuk cetakan akan sulit beralih ke versi digital.
Kenyamanan merupakan faktor utama yang diprioritaskan oleh semua individu
ketika mulai membaca, tidak semua individu sanggup berlama-lama membaca buku
dalam versi digital.
Semoga saja, kehadiran beragam bahan bacaan dalam bentuk digital, tidak
menggilas kebiasaan membaca dalam bentuk tercetak (kertas) yang sudah lama
hadir dan menyatu dengan hati masyarakat kita.
Orang-orang
Indonesia saat ini kurang atau minim budaya tulis-menulis. Baik itu orang kota
maupun orang desa, khususnya bagi orang dewasa. Budaya menulis seakan budaya
yang cukup langka di negara ini. Jarang sekali kita jumpai orang di sekitar
kita yang mempunyai budaya menulis. Kita lihat saja teman-teman kita, tetangga
kita kebanyakan mereka jarang menulis. Tetapi apabila ada yang rajin menulis
itu merupakan suatu kebanggaan bagi dirinya sendiri.
Menulis
yang dimaksud di sini adalah menulis sesuatu yang bermutu, positif, bermanfaat
dan bisa menginspirasi orang-orang dalam hal ini para pembaca untuk melakukan
sesuatu yang positif. Sehingga dari hal itu bisa menjadikan masyarakat
sejahtera yang diperoleh dari kegiatan membaca dan menulis tersebut.
Ada orang yang berpendapat, bahwa orang yang suka
menulis itu juga orang yang suka dengan budaya membaca. Sebaliknya orang yang
suka membaca itu belum tentu orang itu suka dengan budaya menulis. Menurut saya
ada benarnya juga dengan pendapat tersebut. Kerena menulis itu dibutuhkan suatu
ilmu atau pengetahuan dari seseorang.
Menulis tidak hanya bisa dilakukan dengan media
kertas saja. Menulis bisa saja menggunakan media internet yang merupakan media
yang modern saat ini. Di internet bisa kita jumpai penyedia layanan untuk
menyimpan dan juga mempublikasikan tulisan kita kepada orang lain. Ada Blog
untuk menyediakan kita wadah untuk menulis di internet. Ada juga layanan media
jejaring sosial untuk menyalurkan budaya menulis kita. Dengan media internet
kita bisa berbagi ilmu kepada orang lain.
Saat ini banyak penyedia layanan Blog, baik
gratis maupun berbayar. Hal itu membuat kita para pengguna internet seakan
dimanjakan oleh penyedia layanan Blog tersebut untuk mengekspresikan diri. Kita
bisa membagikan cerita, pengalaman, ide kita kepada orang lain. Bukan hanya
tulisan saja yang dapat kita publikasikan kepada khalayak, tetapi juga
foto-foto kita, gambar-gambar kita pun bisa juga kita publikasikan.
Memang saat ini sedang tren budaya menulis di internet.
Saat ini masyarakat Indonesia sedang menunjukkan perkembangan budaya menulis
khususnya menulis dengan Blog. Hal itu merupakan sesuatu yang positif karena
bisa meningkatkan kesadaran akan manfaat teknologi dalam hal ini sebagai media
untuk menulis.
Dengan adanya budaya menulis itu dapat memberikan
banyak manfaat kepada kita. Bukan hanya bagi diri sendiri tetapi juga orang
lain pun dapat memetik manfaatnya juga. Bagi penulis sendiri, penulis menjadi
semakin peka terhadap perkembangan jaman. Dengan adanya perkembangan budaya
menulis dapat menambah kekayaan ilmu pengetahuan bagi orang lain apabila ilmu
itu disebarkan kepada orang lain.
Menulis
adalah sebuah aktivitas positif. Dengan menulis, kemampuan berpikir seseorang
akan diasah secara sistematis dan solutif. Mengapa demikian? Karena, berawal
dari menulis seseorang akan mampu menciptakan permasalahan-permasalahan dalam
tulisannya dan menyelesaikan persoalan yang ditulisnya tersebut secara kreatif.
Sehingga, bisa dikatakan bahwa proses menulis adalah proses berpikir dewasa
seseorang secara dignosa realistik sistemik.
Namun, sayangnya tak banyak orang
Indonesia yang mengetahui manfaat menulis. Bahkan, mirisnya tak sedikit yang
tidak mampu menulis juga. Merekapun tak mampu membaca dan mengenyam pendidikan.
Sebuah kondisi yang sungguh memprihatinkan.
Kebudayaan
Indonesia yang indah dan beragam tentu memberikan dampak menyenangkan bagi otak
untuk menangkap ide dan menuliskannya dalam bentuk tulisan. Selain itu, dengan
rutin menulis seseorang akan rutin pula membaca. Karena menulis dan membaca
memiliki korelasi yang tidak akan pernah bisa dipisahkan.
Menulis
merupakan proses kreatif yang mampu menambah kecerdasan seseorang.
Impuls-impuls syaraf dalam otak akan teraktivasi sehingga bisa membantu
mengurangi penyakit lupa atau kepikunan. Oleh karena itu, begitu hebatnya
budaya menulis jika dibangun dalam kebudayaan Indonesia.
Dan
ternyata, menulispun memiliki tingkat kesulitan yang lebih jika dibandingkan
dengan berbicara. Melalui menulis, seseorang akan berusaha berpikir kritis
untuk menuliskan sesuatu yang terucap dalam bentuk tulisan. Maka, menulis bisa
dikategorikan sebagai senam otak yang mampu menyehatkan pikiran dan menumbuhkan
kreativitas bangsa.
Kesimpulan.
Sebagai
masyarakat yang berbudaya, haruslah disadari bahwa menulis merupakan langkah
strategis dalam mengokohkan kepribadian budaya bangsa Indonesia.
Tentunya,
sangat disayangkan sekali jika budaya menulis dengan segala manfaatnya itu
tidak dibangun di Indonesia. Budaya menulis yang baik pasti akan menciptakan
insan-insan Indonesia yang gemar pula membaca. Jika gemar membaca, maka
pengetahuanpun akan meningkat. Dan, jika pengetahuan meningkat, maka tingkat
kecerdasan dan moral bangsa akan bernilai luhur. Hal tersebut dapat
memberikan dampak positif bagi perilaku masyarakat Indonesia secara luas
kedepannya.
Semoga dengan semakin maju dan berkembangnya
budaya menulis di kalangan masyarakat pada khususnya, dan warga Indonesia pada
umumnya dapat menjadikan masyarakat kita sadar ilmu pengetahuan. Terlebih lagi
menjadikan negara Indonesia tercinta semakin maju, dapat bersaing dengan
negara-negara lain, khususnya negara tetangga kita.
Akhir
tahun merupakan salah satu yang menarik terutama dalam melihat fenomena belanja
yang begitu tinggi. media eletronik maupun media cetak pastinya tidak mau
melewatkan kesempatan untuk memasang iklan agar konsumen tertarik untuk membeli
barang yang diiklankan apalagi disertakan dengan diskon besar-besaran di
toko-toko dan mall-mall. Peran media yang begitu tinggi dengan iklan yang
dipoles sedemikian rupa hingga menarik mampu memudahkan memudahkan informasi
mampu membuat para konsumen tergilagila untuk belanja, mengikuti kemauan pasar.
Tak hanya sampai di belanja masyarakat umum pun berlombalomba membentuk dirinya
sesuai dengan apa yang telah dipertontonkan oleh media massa, seperti gaya
pakaian ala artis di TV.
Di
sisi lain iklan seolah-olah juga mampu menawarkan berbagai solusi disetiap
masalah yang dirasakan oleh masyarakat, mulai dari obat-obatan, pakaian, dan
banyak lainnya padahal semua itu hanyalah Solusi-solusi yang benar tidaknya,
hanyalah untuk menggapai keuntungan bagi diri pengiklan itu dengan meraup
keuntungan sebesar-besarnya. Propaganda iklan melalui TV membuat masyarakat
hilang kesadaran fungsi dari barang yang mereka gunakan seperti pakaian, makan,
dan tempat rumah. Hari minggu, iklan anak-anak mulai dari pagi, semua diwarna
oleh makanan dan minuman. Anak-anak yang kurang mampu tidak terlalu jadi soal
karena hasrat yang terbangun itu hanyalah sebatas angan-angan tapi bagi yang
punya atau mampu anak-anak otomatis akan jadi konsumtif betulan. Berbagai cara
dan acara TV menyajikan iklan meskipun sebenarnya bukan jeda iklan, seperti
Komedi, Kuis dan Reality Show, sehingga yang lebih banyak disajikan bukan
acaranya tapi iklan yang menjadi intinya. TV bukan saja mampu menyajikan
pakaian, makan dan tempat tinggal tetapi negara juga mampu mengiklankan diri
mereka sebagai negara yang begitu besar dan kuat dengan teknologi dan para
superhero mulai dari Supermen, Spiderman, Rambo dan teknologi yang mampu
mengalahkan kehendak tuhan.
Kita
sebut saja Amerika Serikat bagaimana tertanam dalam pikiran kita bahwa amerika
adalah negara yang maju dan tak terkalahkan. Iklan yang tersebar dalam media
eletronik dan cetak sering mampu memberikan solusi disetiap masalah salah
satunya ketika percayaan diri berlebihan anak muda melihat kondisi tubuh mereka
yang tidak sempurna selalu ada solusi yang ditawarkan seperti 'kalau kurus
tidak keren iklan' ini langsuk menyentuh fisik para konsumen iklan yang
diputar berkali-kali itu membawa para remaja yang merasa tubuhnya kurang bagus
akan berlombalomba membeli barang tersebut agar masalah yang dialalmi konsumen
bisa diselesaikan. Iklan sampo dan sabun yang diperankan oleh artis-artis
cantik mencoba menawarkan kepada para kaum hawa untuk menyempurnakan penampilan
mereka di depan kaum adam, bagi mereka yang tidak percaya diri mulai
berlomba-lomba membeli perlengkapan mempercantik diri berharap akan mendapatkan
hasil yang sangat memuaskan. Kondisi belanja seperti itu membuat para kosumen
menghabiskan anggaran hidup mereka hanya untuk melengkapi kekurangan.
kondisi
masyarakat yang makin hari makin dewasa ini makin tidak bisa menahan hasrat
belanja yang begitu besar, propaganda iklan sudah mulai masuk dalam alam bawah
sadar manusia, ini menjadi ancaman yang serius bagi masyarakat tersebut.
Konsumerisme sebetulnya adalah masalah yang terletak pada hubungan sosial atau
dalam logika sosial. Kita mungkin tidak sadar bahwa kita tidak hanya
mengonsumsi barang, namun juga berada dalam lingkungan sosial dimana manusia
saling berhubungan atau berinteraksi. Semestinya kepekaan sosial kita yang
harus dikedepankan. yang makin hari makin dewasa ini makin tidak bisa menahan
hasrat belanja yang begitu besar, propaganda iklan sudah mulai masuk dalam alam
bawah sadar manusia, ini menjadi ancaman yang serius bagi masyarakat tersebut.
Konsumerisme sebetulnya masalah yang terletak pada hubungan sosial atau dalam
logika sosial. Kita mungkin tidak sadar bahwa kita tidak hanya mengonsumsi
barang, namun juga berada dalam lingkungan sosial dimana manusia saling
berhubungan atau berinteraksi. Semestinya kepekaan sosial kita yang harus
dikedepankan.
Perkembangan
teknologi sekarang ini, terutama tentang gadget, telah mengalami perkembangan
yang begitu pesat. Istilah global village pun menguak tentang perkembangan
teknologi ini. Sehingga jarak dan waktu bukanlah penghalang lagi untuk
orang-orang mengakses suatu informasi. Namun, sadarkah kita, perkembangan yang
begitu pesat ini ternyata telah melunturkan nilai logika kita dalam
mengkonsumsi suatu barang atau benda. Masalahnya, budaya konsumerisme telah
berkembang dinegeri ini. Bahkan, mahasiswa yang merupakan salah satu elemen
didalam masyarakat, telah terbius dan menjadi salah satu elemen konsumerisme. Memang
tidak ada yang salah dari hal ini. Tapi ketika hal itu menjadi budaya dan
dipaksakan karena nilai prestise didalam masyarakat maka, hal itu telah masuk
kedalam ketidakrasionalan dalam mengkonsumsi suatu benda.Pasalnya, potret yang
terjadi sekarang ini, masyrakat kita cenderung mengkonsumsi suatu benda
dikarenakan nilai prestise yang ikut naik ketika mengkonsumsi benda tersebut.
Parahnya, hal itu tidak dilihat dari kebutuhan yang diperlukan.
Masyarakat
kita (Tidak semua) cenderung menggunakan benda bermerk mahal atau barang impor
yang ternyata hanya mengedepankan gaya hidup. Tidak kepada nilai guna suatu
barang. Alhasil, budaya berlebihan dalam mengkonsumsi barang menjadi lumrah di
negeri ini. Sebut saja mahasiswa yang menggunakan BB mutahkir atau ipad
tercanggih. Kegunaanya, mungkin sebatas buka jejaring sosial, BBMAN, dan
semacamnya. Belum lagi penggunaan barang bermerk atau barang impor. Parahnya,
banyak dari saudara-saudara kita yang berhutang atau mencicil untuk bisa
menggunakan barang tersebut. Ini menjadi ironi. Karena pemikiran itu telah
terjajah dengan budaya konsumerisme. Hingga akhirnya kita masih terjajah secara
moral dan pemikiran oleh suatu perkembangan teknologi yang tidak dikritisi
dengan baik.
Kesimpulan.
Alangkah
bijak bila kita tidak menduakan nilai suatu barang dan berorientasi kepada
nilai guna. Mengapa? Karena dengan adanya budaya konsumerisme didalam
masyarakat, nilai benda menjadi dua fungsi. Dan berdampak kepada keuntungan
semata tidak kepada pengkritisan nilai guna suatu kebutuhan. Tapi, hal ini
tetap tidak mampu menahan laju konsumerisme masyarakat kita. Namun, kita bisa
meminimalisir hal itu. Sehingga kita tidak terpaku dan menjadi korban
konsumerisme. Dengan cara apa? Yaitu dengan cara melihat nilai kebutuhan kita
terhadap suatu barang terssbut. Dan, tidak melihat sebagai tolak ukur gaya
hidup yang bisa menaikan prestise seseorang dengan menggunakan barang itu. Memang
tidak ada salahnya prestise itu ada didalam masyarakat. Tapi, bila itu
lebih ditonjolkan daripada nilai guna, maka sangat disayangkan
pengkonsumsianya. Terlebih, barang itu dibeli hanya bertujuan sebagai naiknya
status diri didalam masyarakat. semoga kita bisa mengkritisi suatu benda dengan
mengedepankan nilai guna. Karena dengan begitu, kita berusaha memerdekakan diri
kita dari budaya asing yang bermetamorfosis sebagai konsumerisme.
Sumber :vanodezt.blogspot.com/2011/08/propaganda-media-menciptakan-budaya,sosbud.kompasiana.com/2011/11/14/budaya-konsumerisme
Sebuah budaya unik
terjadi setiap tahunnya di Indonesia, yang mana secara budaya sangat sakral
untuk umat Muslim sehingga tak satupun orang muslim mau melewatkannya. Setelah
berpuasa selama sebulan di bulan Ramadhan selesai meraka dengan antusias
menjalankan budaya ini. Lebaran atau Idul Fitri adalah momen yang paling
dinanti, hari di mana semua orang Muslim saling memaafkan kesalahan-kesalahan
satu dengan yang lainnya.
Salah satu bentuk
untuk merayakan Lebaran adalah pulang kampung atau lebih dikenal dengan mudik.
Agar dapat berkumpul lagi dengan orang tua dan keluarga, jutaan orang mudik
dari kota, di mana mereka bekerja atau tinggal, seperti Jakarta menuju ke tanah
kelahirannya, yaitu desa. Mereka rela antri berjam-jam untuk mendapatkan tiket
bus atau kereta, atau bahkan menyewa mobil. Berdesak-desakkan di dalam angkutan
umum, berpanas-panasan di atas sepeda motor dan macet berjam-jam di jalanan
merupakan kejadian yang selalu terjadi di setiap Lebaran. Bagi mereka,
kerepotan, penderitaan dan kesulitan yang dihadapi selama dalam perjalanan
pulang kampung tidak dianggap ada setelah mereka bertemu dengan anggota
keluarganya. Dalam kenyataannya, perjalanan panjang selama mudik sering menjadi
cerita yang menarik untuk diceritakan kepada keluarga.Pemudik
(migrants) yang berasal dari desa yang sama biasanya melakukan mudik
bersama-sama. Perusahaan di mana mereka bekerja menyediakan bis atau mobil
sewaan untuk tenaga kerjanya sehingga mereka dapat pulang dengan lebih nyaman
dan merasakan semangat kebersamaan. Seminggu atau bahkan sebulan sebelum
Lebaran, mobil sewaan, tiket bis, dan kereta api sudah dipesan semua. Setiap
orang pergi ke tempat tujuannya masing-masing.
Mudik tidak hanya
untuk orang Muslim saja tetapi sudah menjadi tradisi tahunan yang tidak dapat
dipisahkan dengan komunitas masyarakat Indonesia. Banyak orang yang bekerja dan
tinggal di kota besar mudik karena pada Lebaran mereka mendapat liburan yang
panjang. Biasanya, mereka akan mengunjungi dan mendoakan leluhurnya yang sudah
meninggal di makam. Mudik juga bisa menjadi semacam terapi yang menguatkan
hubungan kekeluargaan. Dalam aspek spiritual, mudik akan membangkitkan
kesegaran dan tenaga baru bila mereka kembali bekerja di kota.
Orang-orang yang bekerja
jauh dengan keluarganya di kota besar sering merasa ada yang kurang dalam
hidupnya dan ‘kekurangan sesuatu’ ini dapat ditemukan kembali pada waktu mereka
pulang kampung. Oleh karena itu mudik Lebaran, selain menjadi tradisi tahunan,
juga memiliki efek perbaikan hidup atau terapi untuk rasa kehilangan bagi
mereka yang hidup jauh dari orang tua dan keluarga.
Penduduk di kota
besar bertambah setiap tahunnya ketika para pemudik kembali ke kota dengan
membawa saudara atau kerabatnya ke kota. Cerita tentang kesuksesan hidup di
kota membuat saudara, anggota keluarga, dan bahkan teman terpengaruh untuk
meninggalkan keluarga dan desanya dan mengadu nasib di kota besar, dengan
harapan untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik.
Menurut Maman S.
Mahayana dalam memaknai mudik. Menyimak tulisan Maman S. Mahayana (Dosen FIB
UI, kandidat doktor di Universitas Kebangsaan Malaysia) yang disampaikan pada
International Conference of Law and Culture in South East Asia, diselenggarakan
Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan Hankuk University of Foreign Studies,
Seoul, Korea, Depok, FHUI, 13 Juli 2011 dengan judul "Mudik di Indonesia
dan Korea" yang dimuat website http://www.lenteratimur.com
dan tulisan lainnya yang hampir serupa dengan judul "Akar Sosiologis Mudik
Lebaran" yang lebih awal dimuat website http://megapolitan.kompas.com pada
tanggal 8 September 2010, terdapat penafsiran makna menyudutkan bahwa mudik
lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya. Benarkah demikian adanya ?
Maman S. Mahayana
dengan gamblang menjelaskan bahwa kata mudik itu lebih dekat pada pengertian
pergi ke udik, juga dapat ditelusuri dari kata bentukan dari kata dasar udik:
memudik yang bermakna berlayar mudik (ke hulu), dan memudikkan yang bermakna
menjalankan perahu kearah hulu. Mengingat udik berada di daerah atau wilayah
hulu yang jauh di pegunungan atau pedalaman, maka kata udik mengacu pada suatu
daerah atau wilayah yang berada di kawasan pedalaman, pedusunan, pedesaan atau
perkampungan. Sampai di sini, sesungguhnya kata udik masih berkonotasi netral.
Ketika seseorang dikatakan sebagai orang udik, artinya orang itu berasal dari
daerah hulu atau daerah pedalaman. Pernyataan orang udik sama sekali tidak
berkonotasi negatif.
Menurut Maman S.
Mahayana, dalam perkembangannya, ketika bermunculan wilayah perkotaan, dan kota
dianggap sebagai pusat kemajuan, makna kata udik yang semula netral bergeser
menjadi berkonotasi negatif, yakni sebagai wilayah yang belum tersentuh oleh
kemajuan. Wilayah-wilayah itu berada di daerah pedalaman, pedusunan, pedesaan
atau perkampungan yang dianggap masih terbelakang. Maka, konsep udik dalam
pengertian sebagai wilayah pedalaman, pedusunan, pedesaan atau perkampungan
berseberangan maknanya dengan konsep kota dan perkotaan. Jadilah hubungan
kota—desa atau kota—udik, sebagai hubungan yang maknanya berkaitan dengan
kemajuan dan keterbelakangan. Inilah awal mula makna kata udik memperoleh
nuansa negatif sebagai wilayah terbelakang yang belum tersentuh kemajuan.
Sampai tahun
1970-an, kata mudik belum dimaknai sebagai pulang ke kampung halaman. Bahkan,
mudik tidak ada kaitannya dengan hari raya Iedul Fitri atau Lebaran. Ketika itu,
mudik dan lebaran adalah dua peristiwa yang tidak ada hubungannya.
Setidak-tidaknya, jika kita dapat mencermati sejumlah karya sastra yang
bercerita tentang lebaran atau yang secara eksplisit menggunakan judul:
lebaran, maka kita akan sia-sia saja mencari kata mudik di sana. Jadi, sampai
tahun 1970-an itu, lebaran tidak ada hubungannya dengan mudik atau sebaliknya.
Lebaran dan mudik adalah dua peristiwa yang ketika itu tidak ada perkaitannya.
Pertanyaannya kini: kapan mulanya mudik mengalami penyempitan makna menjadi
pulang ke kampung halaman yang lalu berkaitan dengan lebaran?
Fenomena mudik
yang lalu dikaitkan dengan lebaran, terjadi pada awal pertengahan dasawarsa
1970-an ketika Jakarta tampil sebagai kota besar satu-satunya di Indonesia yang
mengalami kemajuan luar biasa. Jakarta di bawah kepemimpinan Gubernur Ali
Sadikin (1966—1977) berhasil disulap menjadi kota metropolitan. Tanpa disadari,
sistem pemerintahan sentralistik yang diterapkan penguasa Orde Baru memperoleh
legitimasi sosiologis ketika ibukota negara melesat dengan berbagai kemajuannya
dibandingkan kota-kota lain di Tanah Air. Jakarta seketika menjadi pusat
orientasi sosial, budaya, politik, dan pemerintahan. Bagi penduduk kota-kota
lain, dan terutama orang-orang udik, Jakarta menjelma sebagai kota impian.
Dengan begitu, Jakarta menjadi tempat penampungan orang-orang udik yang di
kampung tak beruntung dan di Jakarta seolah-olah akan kaya. Boleh jadi, lebih
dari 80 % para urbanis ini datang ke Jakarta hanya untuk mencari pekerjaan.
Dari jumlah itu, lebih setengahnya adalah masyarakat tidak terdidik atau
setengah terdidik. Jadi, secara sosiologis, mereka adalah kelompok masyarakat
menengah ke bawah yang secara kultural satu kakinya berada di kampung halaman
dan satu kakinya lagi enggan berada di Jakarta.
Dengan kesadaran
itu, bagi mereka yang belum dapat menetap dan hidup mapan di Jakarta, secara
psikologis, tidak hanya merasa perlu mendapatkan legitimasi sosial atas
keberadaannya di Jakarta, tetapi juga sekaligus ingin menunjukkan kehadirannya,
keberadaannya, eksistensinya. Di Jakarta, eksistensi mereka tenggelam,
sementara legitimasi sosial atas keberadaan mereka juga tak kunjung datang.
Itulah sebabnya, kehadiran mereka di kampung halaman akan dapat memenuhi
harapan itu. Lebaran adalah momentum yang tepat untuk itu. Sebab, pada hari
lebaran ada dimensi keagamaan; ada legitimasi seolah-olah lebaran adalah waktu
yang tepat untuk berziarah. Pergi ke kampung halaman adalah kamuflase dari
semangat memperoleh legitimasi sosial dan menunjukkan eksistensinya. Itulah
awal mula pulang kampung atau mudik menjadi tradisi yang seolah-olah mempunyai
akar budaya.
Kesimpulan & Pendapat.
Jadi, sesungguhnya
tradisi mudik (Jakarta ke udik) lebih disebabkan oleh problem sosial, dan sama
sekali tidak didasarkan oleh akar budaya. Lebaran adalah momentumnya.
Tengoklah, sebagian besar para pemudik itu adalah kelompok masyarakat menengah
ke bawah yang ingin menunjukkan kepada masyarakat udiknya, seolah-olah di
Jakarta mereka telah mencapai sukses.
Begitulah, mudik
pada hari Lebaran di Indonesia sesungguhnya tidak punya akar tradisi budaya,
melainkan lebih disebabkan oleh problem sosial akibat sistem pemerintahan yang
sentralistik dengan Jakarta sebagai pusat segala-galanya. Mengingat para
pemudik sebagian besar adalah mereka yang belum dapat tinggal dan hidup mapan
di Jakarta, maka mudik lebaran menjadi momentum penting bagi mereka untuk
melegitimasi keberadaannya di ibukota sebagai seolah-olah telah mencapai
sukses, baik secara materi maupun sosial. Terlepas dari latar belakang
munculnya fenomena mudik itu, masalah yang ditimbulkannya dari tahun ke tahun
–menjelang dan sesudah lebaran—selalu sama: antrean panjang karcis kereta api;
harga sembako naik, harga tiket bus, kereta api, kapal laut, pesawat terbang,
sampai ke ongkos angkot, bajaj, dan ojek, melonjak seketika; pesta para calo;
kemacetan terjadi di mana-mana, dan jatuh korban kecelakaan lalu lintas. Lalu,
selepas libur panjang lebaran itu, kantor-kantor pemerintah kosong lantaran
para pegawainya menambah jatah libur, orang udik membawa lagi orang udik yang
lain, dan masyarakat desa memelihara mimpi mereka untuk dapat menikmati gaya
hidup kota. Mudik lebaran pada akhirnya lebih banyak mudaratnya daripada
manfaatnya. Pemerintah atas nama pelayanan masyarakat justru seperti
sengaja memanjakan kemudaratan itu.
Menjelang hari
besar seperti lebaran mudik merupakan pemandangan yang bisa dilihat
dimana-mana. Semua orang merasa tidak afdol jika tak mudik. Padahal silaturahmi
tidak hanya dilakukan di bulan Syawal. Karena jika tradisi mudik ini sampai
mengorbankan puasa malah menjadi mudharat. Karena sesungguhnya puasa merupakan
ibadah utama sedangkan mudik tradisi belaka. Semoga puasa teman- teman tetap
terpelihara sehingga mendapat manfaat ganda yaitu meraih kemenangan dan
mempererat silaturahmi. Amin.
Sumber :
dfian.com, http://raharja-blog.blogspot.com,http://www.pekalongankab.go.id/fasilitas-
web/artikel/sosial-budaya/1219-penafsiran-mudik-lebaran-dalam-aspek-sosial-budaya-bangsa-indonesia
Berbarengan dengan meningkatnya ekonomi masyarakat, semakin banyak kita saksikan umat Islam Indonesia yang melaksanakan ibadah haji. Karena itu, ada baiknya kita diskusikan terlebih dahulu apa itu haji, dan apa makna ibadah haji. Haji dalam bahasa Arab berarti berziarah, mengunjungi.Berasal dari kata hajja, yang ism fa’ilnya (pelakunya) disebut dengan haajjun, bentuk pluralnya hujjaaj, yang artinya adalah orang-orang yang menziarahi, yang mengunjungi.
Apa yang diziarahi, dikunjungi, tidak lain adalah monumen-monumen Allah, yang dalam bahasa al-Qur’an sya’aa-iruLLah (lihat al-Baqarah/2:158), di antaranya adalah Ka’bah, Shafa dan Marwah, Arafah, Mina, Muzdalifah, dan lain sebagainya. Semua monumen-monumen tersebut merupakan tanda-tanda dari ketakwaan hati.
Jauh di belakang tanda yang tertinggal, ada sejarah tentang ketaqwaan jiwa anak manusia. Misalnya Shafa dan Marwah, ini adalah tempat di mana Hajar, isteri Nabi Ibrahim megalami kehausan yang tiada tara akibat ketiadaan air. Begitu juga dengan Arafah, Mina, dan Muzdalifah, semua ada sejarahnya.
Jadi sebenarnya, kewajiban mengunjungi Makkah, di samping dalam rangka ibadah, juga dalam upaya menggali kesan yang ditinggalkan orang-orang yang dekat dengan Allah. Dengan begitu diharapkan, orang-orang yang berhaji mendapatkan kesan yang mendalam akan ketaqwaan, yang kemudian berimplikasi pada perbuatan keseharian. Inilah kiranya makna dari ibadah haji ke baituLLah.
Sebagaimana disebutkan, secara kebahasaan, haji berarti menziarahi, mengunjungi.Jadi tepatnya istilah ini digunakan untuk orang yang mau beribadah haji, bukan untuk mereka yang telah selesai melaksanakannya. Ketika seseorang pulang dari ibadah haji, sebenarnya sematan haji bagi dirinya sudah tuntas, karena dia tidak lagi berada dalam proses berziarah.
Sebaliknya di Indonesia, gelar tersebut masih tetap melekat. Orang-orang yang telah selesai melaksanakan ibadah haji, mendapat gelar tambahan di depan namanya dengan sebutan haji (untuk laki-laki) dan hajjah (untuk perempuan). Banyak orang memandang hal itu tidak baik, karena bisa menimbulkan sikap riya, pamer, sehingga bisa berbahaya bagi nilai ibadahnya di hadapan Allah.
Terkesan lucu memang, dari sekian banyak negara, hanya orang-orang Indonesia dan Malaysia saja yang menambahkan gelar haji di depan namanya. Namun jika kita melihatnya dari sudut pandang sejarah, terasa dapat dipahamilah mengapa orang-orang Indonesia mengenakan gelar haji di depan namanya.
Alasan lain pemakaian gelar haji bagi mereka yang kembali pulang adalah, karena susahnya menempuh perjalanan pulang pergi Indonesia-Makkah, sehingga agar kesan itu tidak hilang, maka dipakailah gelar haji sebagai tanda perjuangan ibadah. Penambahan gelar ini tentu sangat dapat dimaklumi.
Haji, sebagai ibadah yang berulang, sebagaimana terlihat dari kata Idul Adha, yang berarti kembali berkorban secara akumulatif menjadi suatu tradisi. Karena di samping kata Idyang berarti berulang, ia juga bisa menjadi adat, kebiasaan (bhs. Arab ‘Aadah). Begitu juga dengan gelar haji, ia berkembang secara evolutif, tanpa disadari, sehingga menjadi semacam tradisi.
Tidak mudah untuk menyalahkan, apalagi memandangnya sebagai sesuatu yang bid’ah, karena harus didudukkan dulu posisinya, apakah penambahan gelar haji di depan nama itu merupakan suatu ibadah, ataukah hanya sekedar budaya?
Mengenal usul gelar haji di Indonesia.
Dahulu di zaman penjajahan belanda, belanda sangat membatasi gerak-gerik umat muslim dalam berdakwah, segala sesuatu yang berhubungan dengan penyebaran agama terlebih dahulu harus mendapat ijin dari pihak pemerintah belanda. Mereka sangat khawatir apabila nanti timbul rasa persaudaraan dan persatuan di kalangan rakyat pribumi, yang akan menimbulkan pemberontakan, karena itulah segala jenis acara peribadatan sangat dibatasi. Pembatasan ini juga diberlakukan terhadap ibadah haji.bahkan untuk yang satu ini belanda sangat berhati-hati, karena pada saat itu mayoritas orang yang pergi haji, ketika ia pulang ke tanah air maka dia akan melakukan perubahan.
Contohnya adalah Muhammad Darwis yang pergi haji dan ketika pulang mendirikan Muhammadiyah, Hasyim Asyari yang pergi haji dan kemudian mendirikan Nadhlatul Ulama, Samanhudi yang pergi haji dan kemudian mendirikan Sarekat Dagang Islam, Cokroaminoto yang juga berhaji dan mendirikan Sarekat Islam. Hal-hal seperti inilah yang merisaukan pihak Belanda. Maka salah satu upaya belanda untuk mengawasi dan memantau aktivitas serta gerak-gerik ulama-ulama ini adalah dengan mengharuskan penambahan gelar haji di depan nama orang yang telah menunaikan ibadah haji dan kembali ke tanah air. Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Pemerintahan Belanda Staatsblad tahun 1903.
Di Kepulauan Seribu, di P. Onrust dan P. Khayangan, orang-orang yang pulang haji, banyak yang di karantina di sana. Ada yang memang untuk dirawat dan diobati karena sakit akibat jauhnya perjalanan naik kapal, dan ada juga yang disuntik mati kalau dipandang mencurigakan. Karena itu gelar haji menjadi semacam cap yang memudahkan pemerintah Hindia Belanda untuk mengawasi mereka yang dipulangkan ke kampung halaman.
Problematika haji Indonesia
Memakai Gelar HajiOrang Islam Indonesia pada umumnya jika selesai menunaikan Ibadah Haji, maka sering di panggil Pak Haji Fulan atau Ibu Hajah Fulanah, bahkan ada sebagian orang yang dengan sengaja menambahkan gelar Haji di depan namanya untuk penulisan dalam dokumen atau surat-surat penting dengan berbagai alasan, diantaranya ada yang mengatakan itu merupakan Syiar, supaya orang tertarik untuk segera mengikuti menunaikan ibadah haji, ada pula yg beralasan bahwa Ibadah Haji adalah Ibadah yang besar dan memerlukan biaya besar jadi orang tersebut merasa rugi kalau namanya tidak memakai gelar Haji/Hajah, atau jaman dulu masih sedikit orang yang mampu (dalam hal materi) mengeluarkan biaya untuk menunaikan Ibadah haji, sehingga jarang sekali orang yang bisa melaksanakan haji, maka jika pada suatu desa atau kampung ada orang Islam yang menunaikan Haji dan di kampungnya atau desanya hanya dia satu-satunya yang pernah menunaikan Haji, maka jika di kampung/desa itu di sebutkan Pak Haji (tanpa menyebut nama aslinya) maka sekampung/sedesa pasti tahu siapalah orang yang di maksud Pak Haji itu.
Padahal Ibadah Haji itu tidak berbeda dengan ibadah-ibadah yang lain seperti : - Sahadat - Sholat - Puasa - Zakat – Haji
Ternyata Ibadah Haji itu merupakan salah satu dari rukun Islam yang diwajibkan Allah. Jadi jika ada orang menunaikan Haji terus namanya harus di tambahkan Haji, kalau begitu alasannya semestinya jika dia menunaikan ibadah-badah yang lain juga di tambahkan ke dalam namanya, seperti Zakat, puasa, Sholat dan Sahadat (mengapa cuma haji ??? yang dipakai sebagai gelar).
Adakah Rasulullah memakai gelar Haji, pernahkan anda dengar sahabat menggunakan gelar Haji juga (misal: Haji Nabi Muhammad SAW.; atau para sahabatnya Haji Umar Bin Khotob; Haji Abu Bakar; Haji Usman Bin Afan;Haji Ali Bin Abitholib), padahal beliau beberapa kali menunaikan Ibadah Haji.
Menjadi seseorang dengan predikat Haji / Hajjahtidaklah mudah & memiliki beban moral yang harus diselaraskan dengan julukan atau gelar yang mereka sandang mau tidak mau.Karena bagi masyarakat kita secara keseluruhan, mendapatkan gelar Haji itu tidak semudah kita mendapatkan gelar dokter & sarjana seperti dibangku pendidikan yang bisa didapatkan dalam jangka waktu 3-5tahun.
Dan bisa dikatakan seorang yang menyandang gelar Haji / Hajjah, lebih dihargai & dihormati dibanding mereka atau bahkan kita semua yang mendapat nilai cumlaude bangku kuliah.Karena beban moral, yang dipertanggung jawabkan oleh seorang yang bergelar Haji / Hajjah bukan hanya selama didunia melainkan ketika di akhirat juga & menjadi suri tauladan atau panutan dasar bagi lingkungan disekitarnya.
Walaupun tidak semua, dari mereka yang mendapatkan gelar Haji / Hajjah mampu & bisa menerapkan perilaku yang baik & bermanfaat.Dan tidak jarang, banyak dari mereka yang terpeleset dari amanah atau gelar yang mereka sandang dari Tuhan & masyarakat sekitar karena banyak godaan & nafsu yang berjalan lurus dengan amal baik mereka.
Oleh karena itu, bisa dikatakan menjadi seorang Haji / Hajjah yang amanah tidak cukup dengan bermodal uang 50juta saja lalu pergi ke Arab.Tapi bagaimana semua kepercayaan Tuhan yang diberikan kepada kita, bisa diaplikasikan baik & berdampak baik hasilnya bagi semua mahluk hidup didunia ini bukan hanya kepada sesama manusia saja.
Gelar haji kadang menjadi problem tersendiri di masyarakat. Karena ia menjadi suatu tradisi, tanpa dikehendaki si penyandang, kadang gelar itu disandangkan sendiri oleh masyarakat. Sebaliknya, ada juga orang yang merasa gelar itu semacam kehormatan, sehingga ketika orang lupa membubuhkan gelar haji di depan namanya, merajuk dan jengkellah hatinya.
Kesimpulan.
Kalau melihat fakta-fakta seperti ini, rasanya gelar haji sudah tidak relevan lagi saat ini, biarkan saja nanti Allah SWT yang memberikan gelar haji mabrur kepada kita yang telah menunaikan ibadah haji, karena kita harus ingat niat pertama kita beribadah haji bukanlah untuk gelar, identitas diri, namun sebagai wujud nyata ketaatan kita kepada perintah Allah SWT.
Haji / Hajjah itu bukan sebuah mata pencaharian atau profesi, tapi haji itu sebuah bentuk pengabdian kita kepada Tuhan & semua mahluk hidup disekeliling kita.biarlah gelar haji menjadi kekayaan budaya yang unik di Indonesia, karena ia juga merupakan tradisi yang tidak disengaja sebelumnya. Adapun masalah implikasi gelar itu bagi keriyaan seseorang, biarlah menjadi tanggungan dirinya di hadapan Allah.Bukankah riya itu dipicu oleh berbagai macam kemungkinan. Lantas mengapa kita menjadi susah dengan gelar haji yang hanya merupakan satu dari banyak kemungkinan itu.